Minggu, 29 Maret 2020

SIGER LAMPUNG



SIGER LAMPUNG
Siger (sigoʁ, sigokh) adalah mahkota pengantin wanita Lampung yang berbentuk segitiga, berwarna emas dan biasanya memiliki cabang atau lekuk berjumlah sembilan atau tujuh. Siger adalah benda yang sangat umum di Lampung dan merupakan simbol khas daerah ini. Siger dibuat dari lempengan tembaga, kuningan, atau logam lain yang dicat dengan warna emas. Siger biasanya digunakan oleh pengantin perempuan suku Lampung pada acara pernikahan ataupun acara adat budaya lainnya.Pada zaman dahulu, siger dibuat dari emas asli dan dipakai oleh wanita Lampung tidak hanya sebagai mahkota pengantin, melainkan sebagai benda perhiasan yang dipakai sehari-hari.
Sebuah cerita rakyat menceritakan tentang Siger ajaib. Di Marga Sekampung Lampung Timur terdapat sebuah cerita turun-temurun yang sampai saat ini masih di percaya sebagai sebuah legenda hidup. Dahulu kala bila warga akan mengadakan acara adat Lampung seperti pernikahan atau Cakak Pepadun. Masyarakat meminjam atau menggunakan Siger Emas dari alam gaib melalui sebuah tempat di salah satu kebun warga. Kebun warga yang keberadaannya gaib itu, merupakan perkampungan masyarakat Lampung dari zaman yang lebih kuno. Karena suatu hal perkampungan ini hilang beserta penghuni kampung itu. Masyarakat masih bisa berhubungan dengan warga kampung yang hilang itu dengan cara meminjam Siger yang dipergunakan untuk digunakan dalam Kegiatan Adat tersebut. Namun karena ada oknum warga yang telah berlaku curang dengan tidak mengembalikan siger tersebut, keberadaan siger gaib itu hilang entah ke mana. Namun masyarakat masih sering mendengar adanya suara-suara penghuni alam gaib. Seperti suara musik kolintang khas Lampung pada hari-hari tertentu. 

Jenis Siger
Siger Saibatin
    

Siger Saibatin
Siger pada suku Lampung yang beradatkan saibatin memiliki lekuk tujuh dan dengan hiasan batang/pohon sekala di masing-masing lekuknya, ini memiki makna ada tujuh adok/gelar pada masyarakat pesisir yaitu Suttan/dalom, Raja jukuan/dipati, Batin, Radin, Minak, Kimas dan Mas/inton, gelar/adok ini hanya dapat digunakan oleh keturunan lurus saja, dengan kata lain masih kental dengan nuansa kerajaan, dimana kalau bukan anak raja dia tidak berhak menggunakan gelar/adok raja begitu juga dengan gelar/adok lainnya.
Sedangkan bentuknya, siger saibatin sangat mirip dengan Rumah Gadang Kerajaan Pagaruyung seperti Istano Si Linduang Bulan, yaitu rumah pusaka dari keluarga besar ahli waris dari keturunan Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung dan juga Museum Adityawarman di daerah Minangkabau, Provinsi Sumatra Barat. Karena itulah maka adat budaya Lampung saibatin mendapat pengaruh dari kerajaan Pagaruyung, hal ini sangat berkaitan dengan sejarah berdirinya Paksi Pak Sekala Bekhak (Buay Bejalan Diway, Buay Pernong, Buay Nyerupa dan Buay Belunguh), dimana pada masa masuknya Islam di daerah Lampung pada masa kerajaan di tanah sekala bekhak, mendapat pengaruh dari kerajaan pagaruyung yang di sebarkan oleh Ratu Ngegalang Paksi. Selain itu banyak kesamaan antara adat saibatin dengan adat pagaruyung seperti pada saat melangsungkan pernikahan, tata cara dan alat yang digunakan banyak kemiripan. 

Siger Pepadun


Siger Pepadun


Siger Pepadun
Siger pepadun memiliki lekuk Sembilan yang berartikan ada Sembilan Marga yang bersatu membentuk Abung Siwo Megou. Tapi bentuk dari siger pepadun sangat mirip dengan buah sekala, hal ini pun bukan mustahil dikarenakan kerajaan sekala bekhak merupakan cikal bakal ulun lampung, dan proses terbentuknya abung siwo megou merupakan penyebaran orang lampung dari dataran tinggi Sekala Bekhak di Gunung Pesagi. Ini dapat dilihat dari tambo Buay Bejalan Diway bahwa Ratu Dipuncak meninggalkan kerajaan Sekala Bekhak untuk mencari daerah baru bersama keluarganya, Ratu Dipuncak memiliki empat orang putra yaitu Unyi, Unyai, Subing dan Nuban yang merupakan keturunan Paksi Buay Bejalan Diway serta lima Marga lainnya yaitu Anak Tuha, Selagai, Beliyuk, Kunang dan Nyerupa yang merupakan keturunan dari tiga Paksi lainnya sehingga menjadi Abung Siwo Mego. Namun berbeda dengan siger pesisir yang mirip rumah gadang, siger pepadun justru mirip dengan buah sekala. Seiring dengan penyebaran penduduk dan berdirinya beberapa kebuayan maka yang menggunakan adat pepadun bukan hanya abung tetapi juga oleh kebuayan lain yang kemudian membentuk masyarakat adat sendiri, seperti Megou Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang Tegamoan),Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi), serta Sungkay-WayKanan Buay Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima keturunan Raja Tijang Jungur). 

Siger Tuha
Siger tuha (tua), merupakan siger yang digunakan pada zaman animisme hindu-budha. Siger ini masih dapat dijumpai karena masih ada yang menyimpannya khususnya pada kesultanan paksi pak sekala bekhak. Pada zaman dahulu siger tidak memiliki aturan pada jumlah lekuk yang digunakan, dan yang boleh menggunakan hanya keturunan saibatin (bangsawan) saja atau sama dengan mahkota pada raja-raja saja. pada siger tua jelas terlihat berbentuk buah sekala dengan hiasan pohon sekala diatasnya. Ini membuktikan bahwa pada dasarnya siger itu menggambarkan tentang sekala. 

Filosofi Siger
Siger merupakan simbol khas Provinsi Lampung. Siger yang menjadi lambang Lampung saat ini merupakan simbolisasi sifat feminin. Pada umumnya, lambang daerah di Nusantara bersifat maskulin. Seperti di Jawa Barat, lambang yang dipergunakan adalah Kujang, yaitu senjata tradisional masyarakat Sunda. Contoh lain adalah Kalimanatan dengan Mandaunya danAceh dengan Rencongnya. Simbol-simbol pada daerah melambangkan sifat-sifat patriotik dan defensif terhadap ketahanan wilayahnya. Saat ini penggunaan lambang siger bukan hanya masalah lambang kejayaan dan kekayaan karena bentuk mahkotanya saja, melainkan juga mengangkat nilai feminisme. Siger mengambil konsep dari agama Islam. Islam sendiri adalah agama yang dianut seluruh Suku Lampung asli. Agama Islam menyatakan bahwa laki-laki adalah pemimpin dalam rumah tangga, dan perempuan sebagai manajer yang mengatur segala sesuatunya dalam rumah tangga. Konsep itulah yang saat ini diterapkan dalam simbolisasi Siger. Bagi Masyarakat Lampung, Perempuan sangat berperan dalam segala kegiatan, khususnya dalam kegiatan rumah tangga. Di balik kelembutan perempuan, ada kerja keras, ada kemandirian, ada kegigihan, dan lain sebagainya. Meskipun masyarakat Lampung sendiri penganut garis ayah atau patrilineal. Figur perempuan merupakan hal penting bagi masyarakat Lampung, yang sekaligus menjadi inspirasi dan pendorong kemajuan pasangan hidupnya. 

METAMORFOSA SIGER
                                           




Gambar ini menampilkan sebuah Sigokh Tuha yang merupakan Sigokh yang digunakan pada era Hindu-Budha atau zaman Tumi [Sigokh pada gambar adalah salah satu Sigokh milik Saibatin Way Lima]. Sigokh semacam ini adalah merupakan bentuk Sigokh awal sebagaimana yang dikenakan pada era Sekala Bekhak Kuno. Metamorfosa Sigokh dapat dijabarkan sebagai lima lekuk pada era Sekala Bekhak Kuno atau era Hindu Budha kemudian tujuh lekuk pada Masyarakat Adat Saibatin, dalam hal ini termasuk Sigokh Melinting yang menambahkan aksen berupa rumbai yang membentuk cadar yang merupakan pengaruh Islam dari Kesultanan Banten dan Cirebon, namun sebelum berbentuk cadar, pada era Keratuan Pugung Sigokh jenis ini juga sudah memiliki rumbai. Metamorfosa selanjutnya adalah sembilan lekuk pada Masyarakat Adat Pepadun. Namun demikian sudah sejak awal batang Sekala telah dijadikan piranti hiasan pada Sigokh.     

Penggunaan siger saat ini
Simbol siger bisa ditemukan di hampir semua tempat di provinsi ini, termasuk di daerah-daerah kantong transmigrasi yang penghuninya bukanlah Ulun Lampung. Saat ini simbol siger telah diaplikasikan dalam berbagai bentuk. Simbol siger, baik dalam gambar maupun 3 dimensi bisa ditemukan dalam bentuk Tugu, Menara, gapura, ornamen rumah, ruko, pagar rumah, sampai dalam bentuk aksesoris seperti gantungan kunci, lukisan, patung, boneka, dll. Selain itu, simbolisasi siger bisa kita temukan pada logo provinsi, kabupaten, kota, instansi pemerintahan, institusi, perusahaan, organisasi, acara, dan kegiatan yang ada di Provinsi Lampung. Menara Siger saat ini menjadi ikon khas Provinsi Lampung dan berada tepat titik 0 km Pulau Sumatra.

Rabu, 25 Maret 2020

SUKU LAMPUNG


 SUKU LAMPUNG

Asal usul
Asal-usul ulun Lampung (orang Lampung) erat kaitannya dengan istilah Lampung sendiri. Pada abad ke VII orang di negeri Tiongkok sudah membicarakan suatu wilayah didaerah Selatan (Namphang) dimana terdapat kerajaan yang disebut Tolang Pohwang, To berarti orang dan Lang Pohwang adalah Lampung. nama Tolang, Po’hwang berarti “orang Lampung” atau “utusan dari Lampung” yang datang dari negeri Tiongkok sampai abad ke 7.Terdapat bukti kuat bahwa Lampung merupakan bagian dari Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Jambi dan menguasai sebagian wilayah Asia Tenggara termasuk Lampung dan berjaya hingga abad ke-11.
Dalam kronik Tai-ping-huan-yu-chi dari abad kelima Masehi, disebutkan nama-nama negeri di kawasan Nan-hai (“Laut Selatan”), antara lain dua buah negeri yang disebutkan berurutan: To-lang dan Po-hwang. Negeri To-lang hanya disebut satu kali, tetapi negeri Po-hwang cukup banyak disebut, sebab negeri ini mengirimkan utusan ke negeri Tiongkok tahun 442, 449, 451, 459, 464 dan 466. Prof. Gabriel Ferrand, pada tulisannya dalam majalah ilmiah Journal Asiatique, Paris, 1918, hal. 477, berpendapat bahwa kedua nama itu mungkin hanya satu nama: To-lang-po-hwang, lalu negeri itu dilokasikan Ferrand di daerah Tulangbawang, Lampung. Prof. Purbatjaraka, dalam bukunya Riwajat Indonesia I,Jajasan Pembangunan, Djakarta, 1952, hal. 25, menyetujui kemungkinan adanya kerajaan Tulangbawang, meskipun diingatkannya bahwa anggapan itu semata-mata karena menyatukan dua toponimi dalam kronik Tiongkok. 
 
Adat-istiadat


A. Masyarakat adat Lampung Saibatin
Masyarakat Adat Lampung Saibatin mendiami wilayah adat: Labuhan Maringgai, Pugung, Jabung, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Marga Punduh, Punduh Pedada, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau, Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua, Kayu Agung, empat kota ini ada di Provinsi Sumatra Selatan, Cikoneng di Pantai Banten dan bahkan Merpas di Selatan Bengkulu. Masyarakat Adat Saibatin sering kali juga dinamakan Lampung Pesisir karena sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai timur, selatan dan barat lampung, masing masing terdiri dari:
  • Paksi Pak Sekala Brak (Lampung Barat)
  • Bandar Enom Semaka (Tanggamus)
  • Bandar Lima Way Lima (Pesawaran)
  • Melinting Tiyuh Pitu (Lampung Timur)
  • Marga Lima Way Handak (Lampung Selatan)
  • Pitu Kepuhyangan Komering (Provinsi Sumatra Selatan)
  • Telu Marga Ranau (Provinsi Sumatra Selatan)
  • Enom Belas Marga Krui (Pesisir Barat)
  • Cikoneng Pak Pekon (Provinsi Banten)
B. Masyarakat adat Lampung Pepadun
Masyarakat beradat Pepadun/Pedalaman terdiri dari:
  • Abung Siwo Mego (Unyai, Unyi, Subing, Uban, Anak Tuha, Kunang, Beliyuk, Selagai, Nyerupa). Masyarakat Abung mendiami tujuh wilayah adat: Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana, Labuhan Maringgai, Gunung Sugih, dan Terbanggi.
  • Mego Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang Tegamoan). Masyarakat Tulangbawang mendiami empat wilayah adat: Menggala, Mesuji, Panaragan, dan Wiralaga.
  • Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi). Masyarakat Pubian mendiami delapan wilayah adat: Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih Barat, Padang Ratu, Gedungtataan, dan Pugung.
  • WayKanan Buway Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima keturunan Raja Tijang Jungur). Masyarakat Way Kanan mendiami wilayah adat: Negeri Besar, Pakuan Ratu, Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga, dan Kasui.
  • Sungkay Bunga Mayang (Semenguk, Harrayap, Liwa, Selembasi, Indor Gajah, Perja, Debintang)Masyarakat Sungkay Bunga Mayang menempati wilayah adat: Sungkay, Bunga Mayang, Ketapang dan Negara Ratu.
Falsafah Hidup Ulun Lampung
Falsafah Hidup Ulun Lampung termaktub dalam kitab Kuntara Raja Niti, yaitu:
  • Piil-Pesenggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri)
  • Juluk-Adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya)
  • Nemui-Nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu)
  • Nengah-Nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis)
  • Sakai-Sambaian (gotong-royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya)
Sifat-sifat di atas dilambangkan dengan ‘lima kembang penghias sigor’ pada lambang Provinsi Lampung.
Sifat-sifat orang Lampung tersebut juga diungkapkan dalam adi-adi (pantun):
Tandani ulun Lampung, wat piil-pusanggiri
Mulia heno sehitung, wat liom ghega dighi
Juluk-adok gham pegung, nemui-nyimah muaghi
Nengah-nyampugh mak ngungkung, sakai-Sambaian gawi.

Bahasa Lampung
Bahasa Lampung, adalah sebuah bahasa yang dipertuturkan oleh Ulun Lampung di Provinsi Lampung, selatan palembang dan pantai barat Banten.
Bahasa ini termasuk cabang Sundik, dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia barat dan dengan ini masih dekat berkerabat dengan bahasa melayu, dan sebagainya.
Berdasarkan peta bahasa, Bahasa Lampung memiliki dua subdilek. Pertama, dialek A (api) yang dipakai oleh ulun Sekala Brak, Melinting Maringgai, Darah Putih Rajabasa, Balau Telukbetung, Semaka Kota Agung, Pesisir Krui, Ranau, Komering dan Daya (yang beradat Lampung Saibatin), serta Way Kanan, Sungkai, dan Pubian (yang beradat Lampung Pepadun). Kedua, subdialek O (nyo) yang dipakai oleh ulun Abung dan Tulangbawang (yang beradat Lampung Pepadun).
Dr Van Royen mengklasifikasikan Bahasa Lampung dalam Dua Sub Dialek, yaitu Dialek Belalau atau Dialek Api dan Dialek Abung atau Nyow. 

Aksara Lampung
Aksara lampung yang disebut dengan Had Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki hubungan dengan aksara Pallawa dari India Selatan. Macam tulisannya fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf hidup seperti dalam Huruf Arab dengan menggunakan tanda tanda fathah di baris atas dan tanda tanda kasrah di baris bawah tetapi tidak menggunakan tanda dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda di belakang, masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri. 

Artinya Had Lampung dipengaruhi dua unsur yaitu Aksara Pallawa dan Huruf Arab. Had Lampung memiliki bentuk kekerabatan dengan aksara Rencong, Aksara Rejang Bengkulu dan Aksara Bugis. Had Lampung terdiri dari huruf induk, anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambing, angka dan tanda baca. Had Lampung disebut dengan istilah KaGaNga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah. Aksara lampung telah mengalami perkembangan atau perubahan. Sebelumnya Had Lampung kuno jauh lebih kompleks. Sehingga dilakukan penyempurnaan sampai yang dikenal sekarang. Huruf atau Had Lampung yang diajarkan di sekolah sekarang adalah hasil dari penyempurnaan tersebut.

Marga di Lampung

Lampung mengenal marga-marga yang mulanya bersifat geneologis-territorial. Tapi, tahun 1928, pemerintah Belanda menetapkan perubahan marga-marga geneologi-teritorial menjadi marga-marga teritorial-genealogis, dengan penentuan batas-batas daerah masing-masing.
Setiap marga dipimpin oleh seorang kepala marga atas dasar keturunan dan bukan atas dasar pemilihan oleh dan dari punyimbang-punyimbang yang bersangkutan. Demikian pula, kepala-kepala kampung ditetapkan berdasarkan hasil pemilihan oleh dan dari para punyimbang. 

Di seluruh keresidenan Lampung, terdapat marga-marga teritorial sebagai berikut:
No.
Nama Marga
Kecamatan sekarang
Beradat
Berbahasa(Dialek)
1.
Gumay
Pulau panggung ( Tekad )
Besemah
Idem
2.
Jabung
Jabung
idem
Idem
3.
Sekampung
idem
idem
Idem
4.
Ratu
Dataran Ratu
Pesisir Darah Putih
Idem
5.
Dataran
idem
idem
Idem
6.
Rajabasa (Pesisir)
Raja Basa
Pesisir
Idem
7.
Ketibung
Way Ketibung
idem
Idem
8.
Telukbetung
Telukbetung
Pesisir Teluk
Idem
9.
Sabu Mananga
Padangcermin
idem
Idem
10.
Ratai
Way Ratai
idem
Idem
11.
Punduh
Marga Punduh
idem
Idem
12.
Pedada
Punduh Pedada
idem
Idem
13.
Badak
Cukuhbalak
Pesisir Pemanggilan (Semaka)
Idem
14.
Putih Doh
idem
idem
Idem
15.
Limau Doh
idem
idem
Idem
16.
Kelumbayan
idem
idem
Idem
17.
Pertiwi
idem
idem
Idem
18.
Limau
Talangpadang
idem
Idem
19.
Gunungalip
idem
idem
Idem
20.
Putih
Kedondong
idem
Idem
21.
Beluguh
Kotaagung
idem
Idem
22.
Benawang
idem
idem
Idem
23.
Pematang Sawah
idem
idem
Idem
24.
Ngarip Semuong
Wonosobo
idem
Idem
25.
Buay Koenang
Abung Kunang
Pepadun
O (nyow)
26.
Buay Nunyai (Abung)
Kotabumi
Pepadun
O (nyou)
27.
Buay Unyi
Gunungsugih
idem
Idem
27.
Buay Subing
Terbanggi Besar
idem
Idem
28.
Buay Nuban
Sukadana
idem
Idem
29.
Buay Beliyuk
Terbanggi Besar
idem
Idem
30.
Buay Nyerupa
Gunungsugih
idem
Idem
31.
Selagai
Abung Barat
idem
Idem
32.
Anak Tuha
Padangratu
Anak Tuha
idem
Idem
33.
Sukadana
Sukadana
idem
Idem
34.
Subing Labuan
Labuan Maringgai
idem
idem
35.
Unyi Way Seputih
Seputihbanyak
idem
idem
36.
Gedongwani
Sukadana
idem
idem
37.
Buay Bolan Udik
Karta (Tulangbawang Udik) Kabupaten Tulang Bawang Barat
Pepadun (Pak Mergou)
O
38.
Buay Bolan
Kibang (Kelurahan Menggala Tengah) Kecamatan Menggala Tulang Bawang
Pepadun (Pak Mergou)
O
39.
Buay Tegamoan (Tuan Riou)
Pagar Dewa (Tulangbawang Tengah) Kabupaten Tulang Bawang Barat
Pepadun (Pak Mergou)
O
40.
Buay Aji
Gedung Aji Kabupateng Tulang Bawang
Pepadun (Pak Mergou)
O
41.
Buay Suai Umpu
Tiyuh Tohou KabupatenTulangbawang
Pepadun (Pak Mergou)
O
43.
Buay Pemuka Bangsa Raja
Negeri Besar
Pepadun
A (api)
44.
Buay Pemuka Pangeran Ilir
Pakuonratu
idem
idem
45.
Buay Pemuka Pangeran Udik
Pakuonratu
idem
idem
46.
Buay Pemuka Pangeran Tuha
Blambangan Umpu
idem
idem
47.
Buay Bahuga
Bahuga (Bumiagung)
idem
idem
48.
Buay Semenguk
Blambangan Umpu
idem
idem
49.
Buay Baradatu
Baradatu
idem
idem
50.
Bungamayang
Negararatu
Pepadun (Sungkai)
idem
51.
Balau
Kedaton
idem
idem
52.
Merak-Batin
Natar
idem
idem
53.
Pugung
Pagelaran
idem
idem
54.
Pubian (Nuat)
Padangratu
Pubian
idem
idem
55.
Tegineneng
Tegineneng
idem
idem
56.
Way Semah
Gedongtataan
idem
idem
57.
Rebang Pugung
Talangpadang
Semendo
Sumatra Selatan
58.
Rebang Kasui
Kasui
idem
idem
59.
Rebang Seputih
Tanjungraya
idem
idem
60.
Way Tube
Bahuga
Ogan
idem
61.
Mesuji
Wiralaga
Pegagan
idem
62.
Buay Belunguh
Belalau
Pesisir (Belalau)
A (api)
63.
Buay Kenyangan
Batubrak
idem
idem
64.
Kembahang
Batubrak
idem
idem
65.
Sukau
Sukau
idem
idem
66.
Melinting
Labuhan Maringgai
Pesisir Melinting
A (api)
67.
Pulau panggung
Pulau panggung
Semendo
idem
68.
Way Sindi
Karya Penggawa
idem
idem
69.
La'ai
Karya Penggawa
idem
idem
70.
Bandar
Karya Penggawa
idem
idem
71.
Pedada
Pesisir Tengah
idem
idem
72.
Ulu Krui
Pesisir Tengah
idem
idem
73.
Pasar Krui
Pesisir Tengah
idem
idem
74.
Way Napal
Pesisir Selatan
idem
idem
75.
Tenumbang
Pesisir Selatan
idem
idem
76.
Ngambur
Bengkunat
idem
idem
77.
Ngaras
Bengkunat
idem
idem
78.
Bengkunat
Bengkunat
idem
idem
79.
Belimbing
Bengkunat
idem
idem
80.
Pugung Penengahan
Pesisir Utara
idem
idem
81.
Pugung Melaya
Lemong
idem
idem
82.
Pugung Tampak-
Pesisir Utara
idem
idem
83.
Pulau Pisang
Pesisir Utara
idem
idem
84.
Way Tenong
Way Tenong
Semendo
Sumatra Selatan

Susunan marga-marga territorial yang berdasarkan keturunan kerabat tersebut, pada masa kekuasaan Jepang sampai masa kemerdekaan pada tahun 1952 dihapus dan dijadikan bentuk pemerintahan negeri. Sejak tahun 1970, tampak susunan negeri sebagai persiapan persiapan pemerintahan daerah tingkat III tidak lagi diaktifkan, sehingga sekarang kecamatan langsung mengurus pekon-pekon/kampung/desa sebagai bawahannya.
Tabek Pun ,khusus untuk adat Tulang Bawang tentang Marga adalah : Marga Tegamoan berpusat di (Tuan Riyou Mangku Bumi) di Tiyuh Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat, Penumangan dan Bandar Agung, (Tuan Riou Tengah) ber Pusat di Menggala Lama Kecamatan Menggala Kabupaetn Tulang Bawang Tiyuhnya bawahannya adalah Bakung ilir, Gunung Tapa ,Teladas dan sekitarnya.(Tuan Riyou Sanak) di tiyuh Panaragan (Kabupaten Tulang Bawang Barat) tremasuk wilayahnya adalah Tiyuh Bandar Dewa ,Menggala Mas dan seluruh Kecamatan Tulang Bawang Tengah. Marga Buway Bulan Pusat nat di Karta Tulang Bawang Barat wiyahnya Kecamatan Tulang Bawang Udik dan Tumi jajar , wilayah yang di Kabupaten Tulang Bawang adalah (dahulu di Kampung Kibang ,Lingai Lebuh Dalem) . Buay Suway Umpu Pusatnya Tiyuh Tohou wilayahnya Ujung Gunung Udik,Ujung Gunung Ilir, Bujung Tenuk, Bakung Udik dan yang di Tulang Bawang Barat adalah Gunung Terang dan Gunung Agung Lama. Marga Buay Aji pusat di Gedong Aji wilayah Gedung Meneng termasuk Kabupaten Mesuj.