SIGER LAMPUNG
Siger (sigoʁ, sigokh) adalah mahkota
pengantin wanita Lampung yang berbentuk segitiga, berwarna emas dan biasanya
memiliki cabang atau lekuk berjumlah sembilan atau tujuh. Siger adalah benda
yang sangat umum di Lampung dan merupakan simbol khas daerah
ini. Siger dibuat dari lempengan tembaga, kuningan, atau logam lain yang dicat
dengan warna emas. Siger biasanya digunakan oleh pengantin perempuan suku
Lampung pada acara pernikahan ataupun acara adat budaya lainnya.Pada zaman
dahulu, siger dibuat dari emas asli dan dipakai oleh wanita Lampung tidak hanya sebagai mahkota pengantin, melainkan
sebagai benda perhiasan yang dipakai sehari-hari.
Sebuah cerita rakyat
menceritakan tentang Siger ajaib. Di Marga Sekampung Lampung Timur terdapat sebuah cerita turun-temurun yang sampai
saat ini masih di percaya sebagai sebuah legenda hidup. Dahulu kala bila warga
akan mengadakan acara adat Lampung seperti pernikahan atau Cakak
Pepadun. Masyarakat meminjam atau menggunakan Siger Emas dari alam gaib melalui
sebuah tempat di salah satu kebun warga. Kebun warga yang keberadaannya gaib
itu, merupakan perkampungan masyarakat Lampung dari zaman yang lebih kuno.
Karena suatu hal perkampungan ini hilang beserta penghuni kampung itu.
Masyarakat masih bisa berhubungan dengan warga kampung yang hilang itu dengan
cara meminjam Siger yang dipergunakan untuk digunakan dalam Kegiatan Adat
tersebut. Namun karena ada oknum warga yang telah berlaku curang dengan tidak
mengembalikan siger tersebut, keberadaan siger gaib itu hilang entah ke mana.
Namun masyarakat masih sering mendengar adanya suara-suara penghuni alam gaib.
Seperti suara musik kolintang khas Lampung pada hari-hari tertentu.
Jenis Siger
Siger Saibatin
Siger Saibatin
Siger pada suku
Lampung yang beradatkan saibatin memiliki lekuk tujuh dan dengan hiasan
batang/pohon sekala di masing-masing lekuknya, ini memiki makna ada tujuh
adok/gelar pada masyarakat pesisir yaitu Suttan/dalom, Raja jukuan/dipati,
Batin, Radin, Minak, Kimas dan Mas/inton, gelar/adok ini hanya dapat digunakan
oleh keturunan lurus saja, dengan kata lain masih kental dengan nuansa
kerajaan, dimana kalau bukan anak raja dia tidak berhak menggunakan gelar/adok
raja begitu juga dengan gelar/adok lainnya.
Sedangkan bentuknya,
siger saibatin sangat mirip dengan Rumah Gadang Kerajaan Pagaruyung
seperti Istano Si Linduang Bulan, yaitu rumah pusaka dari keluarga besar ahli
waris dari keturunan Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung dan juga Museum
Adityawarman di daerah Minangkabau, Provinsi Sumatra Barat. Karena itulah maka adat budaya Lampung saibatin
mendapat pengaruh dari kerajaan Pagaruyung, hal ini sangat berkaitan dengan
sejarah berdirinya Paksi Pak Sekala Bekhak
(Buay Bejalan Diway, Buay Pernong, Buay Nyerupa dan Buay Belunguh), dimana pada
masa masuknya Islam di daerah Lampung pada masa kerajaan di tanah sekala
bekhak, mendapat pengaruh dari kerajaan pagaruyung yang di sebarkan oleh Ratu
Ngegalang Paksi. Selain itu banyak kesamaan antara adat saibatin dengan adat
pagaruyung seperti pada saat melangsungkan pernikahan, tata cara dan alat yang
digunakan banyak kemiripan.
Siger Pepadun
Siger Pepadun
Siger Pepadun
Siger pepadun
memiliki lekuk Sembilan yang berartikan ada Sembilan Marga yang bersatu
membentuk Abung Siwo Megou. Tapi bentuk dari siger pepadun sangat mirip dengan
buah sekala, hal ini pun bukan mustahil dikarenakan kerajaan sekala bekhak
merupakan cikal bakal ulun lampung, dan proses terbentuknya abung siwo megou
merupakan penyebaran orang lampung dari dataran tinggi Sekala Bekhak di Gunung
Pesagi. Ini dapat dilihat dari tambo Buay Bejalan Diway bahwa Ratu Dipuncak
meninggalkan kerajaan Sekala Bekhak untuk mencari daerah baru bersama
keluarganya, Ratu Dipuncak memiliki empat orang putra yaitu Unyi, Unyai, Subing
dan Nuban yang merupakan keturunan Paksi Buay Bejalan Diway serta lima Marga
lainnya yaitu Anak Tuha, Selagai, Beliyuk, Kunang dan Nyerupa yang merupakan
keturunan dari tiga Paksi lainnya sehingga menjadi Abung Siwo Mego. Namun
berbeda dengan siger pesisir yang mirip rumah gadang, siger pepadun justru
mirip dengan buah sekala. Seiring dengan penyebaran penduduk dan berdirinya
beberapa kebuayan maka yang menggunakan adat pepadun bukan hanya abung tetapi
juga oleh kebuayan lain yang kemudian membentuk masyarakat adat sendiri,
seperti Megou Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang
Tegamoan),Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang
Lanca atau Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi), serta
Sungkay-WayKanan Buay Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti,
yaitu lima keturunan Raja Tijang Jungur).
Siger Tuha
Siger tuha (tua),
merupakan siger yang digunakan pada zaman animisme hindu-budha. Siger ini masih dapat dijumpai karena
masih ada yang menyimpannya khususnya pada kesultanan paksi pak sekala bekhak. Pada zaman
dahulu siger tidak memiliki aturan pada jumlah lekuk yang digunakan, dan yang
boleh menggunakan hanya keturunan saibatin (bangsawan) saja atau sama dengan
mahkota pada raja-raja saja. pada siger tua jelas terlihat berbentuk buah
sekala dengan hiasan pohon sekala diatasnya. Ini membuktikan bahwa pada
dasarnya siger itu menggambarkan tentang sekala.
Filosofi Siger
Siger merupakan
simbol khas Provinsi Lampung. Siger yang menjadi lambang
Lampung saat ini merupakan simbolisasi sifat feminin. Pada umumnya, lambang daerah di Nusantara bersifat maskulin. Seperti di Jawa Barat, lambang yang dipergunakan adalah Kujang, yaitu senjata tradisional masyarakat Sunda. Contoh
lain adalah Kalimanatan
dengan Mandaunya danAceh dengan Rencongnya. Simbol-simbol pada daerah melambangkan sifat-sifat
patriotik dan defensif terhadap ketahanan wilayahnya. Saat ini penggunaan
lambang siger bukan hanya masalah lambang kejayaan dan kekayaan karena bentuk
mahkotanya saja, melainkan juga mengangkat nilai feminisme. Siger mengambil konsep
dari agama Islam. Islam sendiri adalah agama yang dianut seluruh Suku Lampung asli. Agama Islam menyatakan bahwa laki-laki adalah pemimpin dalam
rumah tangga, dan perempuan sebagai manajer yang mengatur segala sesuatunya
dalam rumah tangga. Konsep itulah yang saat ini diterapkan dalam simbolisasi
Siger. Bagi Masyarakat Lampung, Perempuan sangat berperan dalam segala kegiatan, khususnya
dalam kegiatan rumah tangga. Di balik kelembutan perempuan, ada kerja keras,
ada kemandirian, ada kegigihan, dan lain sebagainya. Meskipun masyarakat
Lampung sendiri penganut garis ayah atau patrilineal. Figur perempuan merupakan hal penting bagi
masyarakat Lampung, yang sekaligus menjadi inspirasi dan pendorong kemajuan
pasangan hidupnya.
METAMORFOSA SIGER
Gambar ini
menampilkan sebuah Sigokh Tuha yang
merupakan Sigokh yang digunakan pada era Hindu-Budha atau zaman Tumi [Sigokh
pada gambar adalah salah satu Sigokh milik Saibatin Way Lima]. Sigokh semacam
ini adalah merupakan bentuk Sigokh awal
sebagaimana yang dikenakan pada era
Sekala Bekhak Kuno. Metamorfosa Sigokh
dapat dijabarkan sebagai lima lekuk
pada era Sekala Bekhak Kuno atau era
Hindu Budha kemudian tujuh lekuk pada Masyarakat Adat Saibatin, dalam hal ini
termasuk Sigokh Melinting yang
menambahkan aksen berupa rumbai yang membentuk cadar yang merupakan pengaruh
Islam dari Kesultanan Banten dan Cirebon, namun sebelum berbentuk cadar, pada
era Keratuan Pugung Sigokh jenis ini juga sudah memiliki rumbai. Metamorfosa
selanjutnya adalah sembilan lekuk pada Masyarakat Adat Pepadun. Namun demikian sudah sejak awal batang Sekala telah dijadikan piranti
hiasan pada Sigokh.
Penggunaan siger saat ini
Simbol siger bisa ditemukan di hampir semua tempat di
provinsi ini, termasuk di daerah-daerah kantong transmigrasi yang penghuninya bukanlah Ulun Lampung. Saat ini simbol siger telah diaplikasikan dalam
berbagai bentuk. Simbol siger, baik dalam gambar maupun 3 dimensi bisa
ditemukan dalam bentuk Tugu, Menara, gapura, ornamen rumah, ruko, pagar rumah, sampai dalam
bentuk aksesoris seperti gantungan kunci, lukisan, patung, boneka, dll. Selain
itu, simbolisasi siger bisa kita temukan pada logo provinsi, kabupaten, kota,
instansi pemerintahan, institusi, perusahaan, organisasi, acara, dan kegiatan
yang ada di Provinsi Lampung. Menara Siger saat ini menjadi ikon khas Provinsi Lampung
dan berada tepat titik 0 km Pulau Sumatra.