MAKALAH TENTANG
PEMIKIRAN KALAM SALAF (IBN HANBAL DAN IBN TAIMIAH)
MATA KULIAH : TAUHID DAN ILMU KALAM
DOSEN PENGAMPU : RINDANG SUSANTO,M.Pd.I
DISUSUN OLEH :
KELAS F / SEMESTER 2
ANNISA 1911050265
JESTICA DWI 1911050334
LUTHFIA AZZAHRA 1911050117
NADIA AZ-ZAHRA 1911050138
SITI HARDIYANTI 1911050201
YEYEN MARLENI 1911050432
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkanbkepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam. Solawat dan salam senantiasa selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad SAW.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi, baik yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi inibtidak lain berkat bantuan, dorongan, danbimbingandosen, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam membimbing kami sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuannya tentang “Pemikiran Kalam Salaf (IbnHanbal dan IbnTaimiyah” yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumberi informasi, referensi, dan berita.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya mahasiswa Universitas Islam Negeri RadenIntanLampung. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya membangun.
Bandar Lampung, 7 April 2020
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada awalnya ilmu kalam lahir banyak persoalan yang timbul dikalangan masyarakat, karena itulah muncul berbagai pendapat dan pemikiran, sehingga terbentuk aliran-aliaran pemikiran para ulama. termasuk aliran teologi yang untuk menyelesaikan masalah-masalah kalam tersebut.
Hal ini berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap manusia, baik berupa potensi biologis maupun psikologis dan terus berkembang untuk mencari nilai-nilai kebaikan. Ilmu kalam dengan perkembangannya menimbulkan permasalaan, kemudian berkembang menjadi beberapa aliran, hal ini disebabkan karena perbedaan-perbedaan yang dimulai oleh para ulama kalam.
Disini kita akan menggali lebih dalam tentang pemikiran-pemikiran yang mereka jalani, Aliran-aliran tersebut masing-masing mempunyai landasan yang dijadikan dasar mereka dalam ber-hujjah. Baik itu Al-Qur’an maupun Hadits.
Diantara aliran-aliran tersebut adalah aliran Salafiyah. Ada banyak sekali ulama-ulama salaf yang tersebar di seluruh dunia, dan pada makalah ini akan dibahas dua ulama yaitu Imam Ahmad Bin Hanbali dan Ibnu Taimiyah. Disamping biografi dan riwayat hidup dari dua ulama di atas juga akan dibahas tentang pemikirannya, seperti Imam Ahmad Bin Hanbali yaitu tentang ayat-ayat mutasyabihat dan kemakhlukanal-qur’an sedangkan Ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat allah dan lainnya.
Namun sebelum pembahasan tentang ulama-ulama salaf beserta pemikirannya didalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian salaf itu sendiri.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian salaf ?
2. Bagaimana asal usul pemikiran kalam Salafiyah ?
3. Siapa biografi ulama salaf dan pemikirannya?
4. Bagaimana perkembangan salafiyah di Indonesia ?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian salaf.
2. Untuk mengetahui asal usul pemikiran salaf.
3.Untuk mengetahui biografi dan pemikiran ulama salaf.
4. Untuk mengetahui perkembangan salafiyah di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Salaf
Kata salaf secara bahasa bermakna orang yang telah terdahulu dalam ilmu, iman, keutamaan dan kebaikan. Berkata Ibnul Mandzur : “Salaf juga berarti orang-orang yang mendahului kamu dari nenek moyang, orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan denganmu dan memiliki umur lebih serta keutamaan yang lebih banyak”. Oleh karena itu, generasi pertama dari Tabi’in dinamakan As-Salafush Shalih. Adapun secara istilah, maka dia adalah sifat pasti yang khusus untuk para sahabat ketika dimutlakkan dan yang selain mereka diikut sertakan karena mengikuti mereka. Al-Qalsyaany berkata dalam TahrirulMaqaalah min Syarhir Risalah : As-Salaf Ash-Shalih adalah generasi pertama yang mendalam ilmunya lagi mengikuti petunjuk Rasulullah dan menjaga sunnahnya. Allah SWT telah memilih mereka untuk menegakkan agama-Nya dan meridhoi mereka sebagai imam-imam umat.
Salafiyah adalah sikap atau pendirian para ulama Islam yang mengacu kepada sikap atau pendirian yang dimiliki para ulama generasi salaf itu. Kata salafiyah sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti ‘terdahulu’, yang maksudnya ialah orang terdahulu yang hidup semasa dengan Nabi Muhammad SAW, Sahabat, Tabi’in, dan Tabi’itTabi’in.
Menurut Thabawi Mahmud Sa’ad, salaf artinya ulama terdahulu. Salaf terkadang dimaksudkan untuk merujuk generasi sahabat, tabi’i, tabi’ tabi’in, para pemuka abad ke-3 H dan para pengikutnya pada abad ke-4 H yang terdiri atas para muhadditsin dan lainnya. Salaf berarti pula ulama-ulama saleh yang hidup pada tiga abad pertama islam. Sedangkan menurut As-Syahrastani, ulama salaf adalah ulama yang tidak menggunakan ta’wil (dalam menafsirkan ayat-ayat yang mutasyabihat) dan tidak mempunyai faham tasybih (anthropomorphisme). Sedangkan Mahmud Al-Bisybisyi dalam Al-Firaq Al-Islamiyah mendefinisikan salaf sebagai sahabat, tabi’ tabi’in yang dapat diketahui dari sikapnya menampik penafsiran yang mendalam mengenai sifat-sifat Allah yang menyerupai segala sesuatu yang baru untuk menyucikan dan mengagungkan-Nya. W. Montgomery watt menyatakan bahwa gerakan salafiyah berkembang terutama di bagdad pada abad ke-13.
Ibrahim Madzkur menguraikan karakteristik ulama salaf atau salafiyah sebagai berikut :
1. Mereka lebih mendahulukan riwayat (naql) daripada dirayah(aql).
2. Dalam persoalan pokok-pokok agama (ushuluddin) dan persoalan-persoalan cabang agama (furu’ad-din), mereka hanya bertolak dari penjelasan Al-Kitab dan As-Sunnah.
3. Mereka mengimani Allah tanpa perenungan lebih lanjut (tentang dzat-Nya) dan tidak pula mempunyai fahamanthropomorphisme.
4. Mereka mengimani ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan makna lahirnya, dan tidak berupaya untuk menakwilkannya.
Menurut Harun Nasution, secara kronologis salafiyah bermula dari Imam Ahmad bin Hanbal. Lalu ajarannya dikembangkan Imam IbnTaimiyah, kemudian disuburkan oleh Imam Muhammad bin Abdul Wahab, dan akhirnya berkembang di dunia Islam secara sporadis.
Bila Salafiyah muncul pada abad ke-7 H, hal ini bukan berarti tercampuri masalah baru. Sebab pada hakikatnya mazhab Salafiyah ini merupakan kelanjutan dari perjuangan pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal. Atau dengan redaksi lain, mazhab Hanbalilah yang menanamkan batu pertama bagi pondasi gerakan Salafiyah ini. Atas dasar inilah Ibnu Taimiyah mengingkari setiap pendapat para filosof Islam dengan segala metodenya. Pada akhir pengingkarannya Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa tidak ada jalan lain untuk mengetahui aqidah dan berbagai permasalahannya hukum baik secara global ataupun rinci, kecuali dengan Al-Qur’an dan Sunnah kemudian mengikutinya. Apa saja yang diungkapkan dan diterangkan Al-Qur’an dan Sunnah harus diterima, tidak boleh ditolak. Mengingkari hal ini berarti telah keluar dari agama.
2.2 ASAL – USUL DAN SEJARAH SALAF
Istilah salafy ini telah digunakan sejak zaman Rasulullah sebagaimana telah disebutkan dalam sebuah hadis yang shahih disebutkan bahwa ketika Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam ditimpa penyakit yang menyebabkan kematiannya, beliau berkata kepada Fathimah Radhiallahu anha: “Bertakwalah kepada Allah (wahai Fathimah) dan bersabarlah. Dan aku adalah sebaik-baik salaf (pendahulu) bagimu.”
Kata salafiyah diambil dari kata "Salaf" adalah kependekan dari "Salaf al-Ṣāliḥ" (Arab: السلف الصالح) yang berarti "pendahulu yang sholih". Dalam terminologi Islam, secara umum digunakan untuk menunjuk kepada tiga generasi terbaik umat muslim yaitu sahabat, tabi'in, tabi'ut tabi'in. Ketiga generasi inilah dianggap sebagai contoh terbaik dalam menjalankan syariat Islam. Terdapat dalam sebuah hadits :
"Sebaik-baiknya kalian adalah generasiku (para sahabat) kemudian orang-orang sesudah mereka (tabi'in) kemudian orang-orang setelah mereka (tabi'ut tabi'in)." Hadits riwayat Imam Bukhari dalam Shahihnya.
Pokok ajaran dari ideologi dasar salafi adalah bahwa Islam telah sempurna dan selesai pada waktu masa Muhammad dan para sahabatnya, oleh karena itu tidak diperbolehkan adanya inovasi atau tambahan dalam syariat Islam karena pengaruh adat dan budaya. Paham ideologi Salafi berusaha untuk menghidupkan kembali praktik Islam yang sesuai dengan agama Muhammad pertama kali berdakwah.
Salafisme juga telah digambarkan sebagai sebuah versi sederhana dan pengetahuan Islam, di mana penganutnya mengikuti beberapa perintah dan praktik yang hanya sesuai dengan petunjuk Nabi Muhammad.
Salafiyyah ialah orang – orang yang mengidentifikasikan pemikiran mereka dengan pemikiran para salaf . Mereka terdiri dari ulama Salaf . Mereka muncum pendapat bahwa garis besar mereka bermuara pada pemikiran Imam Ahmad ibn Hanbali yang menghidupkan aqidah ulama salaf dan berusaha memerangi paham lainnya .
Aliran Salaf ini lahir kembali dalam abad ke IV H . , digerakkan oleh penganut – penganut Hanbali , yang mengaku bahwa keyakinan berdasarkan pendirian Ahmad bin Hanbal , yang mula – mula ingin menghidupkan kembali ajran islam menurut keyakinan Salaf dan membasmi aliran – aliran yang bertentangan dengan itu.
Aliran Salaf ini digerakkan kembali dalam abad yang ke VII H . Oleh Ibn Taimiyah , yang menjadikan aliran itu bahan terpenting dalam penyiaran agamanya . Keyakinan ini mendapat sambutan dalam ke XII H . Dari Muhammad bin Abdulwahab , yang dengan bantuan keluarga raja Alsa’ud menyiarkan agama ini dengan kekerasan .
Pembicaraanya berputar sekitar tauhid , perkara penta’wilan ayat – ayat mutasyabihat dalam Qur’an , perkara berdo’a di kuburan , masalah – masalah yang sebenarnya sudah pernah lahir dalam abad yang ke IV H .
Selanjutnya pada abad ke – 12 Hijriah pemikiran serupa muncul kembali di Jazirah Arab , dihidupkan oleh Muhammad ibn’Abdul Wahhab . Kaum Wahabi ini terus – menerus mengkampanyekannya sehingga membangkitkan amarah sebagian ulama . Oleh karena itu , harus ada penjelasan mengenai paham ini. Ulama mazhab Hanbali menyinggung pembicaraan tentang tauhid dan hubungannya dengan kubur . Mereka berbicara tentang ayat – ayat takwil dan tasybih . Hal inilah yang mereka munculkan pertama kali pada abad ke – 4 Hijriah . Mereka mengidentifikasikan pembicaraan mereka ini kepada pendapat Imam Ahmad ibn Hanbali . Identifikasi ini didiskusikan oleh sebahagian tokoh – tokoh mazhab itu .
2.3. Ulama-ulama Salaf dan Beberapa Pemikirannya
Imam Ahmad Bin Hanbali
a. Riwayat Singkat Hidup Ibn Hanbal
Imam Hanbal nama lengkapnya ialah Al-imam Abu abdillah Ahmad ibnHanbal Hilal Addahili As-Syaibani Al-Maruzi, beliau dilahirkan di Baghdad pada tahun 164 H/780 M dan meninggal pada tahun 241 H/855 M. Ia sering dipanggil Abu Abdillah karena salah seorang anaknya bernama Abdillah. Namun, ia lebih dikenal dengan nama Imam Hanbal karena merupakan pendiri madzhab Hambali.
Ayahnya bernama Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Anas bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasit bin Mazin bin Syaiban, bin Dahal bin Akabah bin Sya’ab bin Ali bin Jadlah bin Asad bin Rabi Al-Hadis bin Nizar, sedangkan ibu beliau bernama Syahifah binti Maimunah binti Abdul Malik bin Sahawah bin Hindur Asy-Syaibani (wanita dari bangsa Syaibaniyah juga) dari golongan terkemuka kaum bani Amir.
Ayahnya meninggal ketika IbnHanbal masih remaja, Namun ia telah memberikan pendidikan Al-Qur’an pada Ibnu Hanbal pada usia 16 tahun ia belajar Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama lainnya kepada ulama’-ulama’ Baghdad. Lalu mengunjungi ulama’-ulama’ terkenal di khuffah, Basrah, Syam, Yaman, Mekkah, Madinah. Diantara guru-gurunya adalah : Hammad bin Khallid, Ismail bin Aliyyah, Muzaffar bin Mudrik, Walid bin Muslim, Muktamar bin Sulaiman, Abu Yusuf Al-Qadi, Yahya bin Zaidah, Ibrahim bin Sa’id, Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, Abd Razaq bin Humam, dan Musa bin Thariq. Dari guru-gurunya IbnHanbal mempelajari ilmu fiqh, kalam, ushul, dan bahasa Arab.
Ibn Hanbal dikenal sebagai seorang zahid. Hampir setiap hari Ia berpuasa dan hanya tidur sebentar dimalam hari. Ia juga dikenal Sebagai seorang dermawan.
Karya beliau sangat banyak, di antaranya : Kitab Al Musnad, karya yang paling menakjubkan karena kitab ini memuat lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits, Kitab At-Tafsir, Kitab Az-Zuhud, Kitab Fadhail Ahlil Bait, Kitab JawabatulQur’an, Kitab Al Imaan, Kitab Ar-Radd ‘alalJahmiyyah, Kitab Al Asyribah, dan Kitab Al Faraidh.
b. Pemikiran Teori IbnHanbal
a) Tentang ayat-ayat Mutasyabihat
Dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an , IbnHanbal lebih suka menerapkan pendekatan lafdzi (tekstual) daripada pendekatan ta’wil, terutama yang berkaitan dengan sifat-sifat tuhan dan ayat-ayat Mustasyabihat. Hal itu terbukti ketika ditanya tentang penafsiran “(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas Arsy.”(Q.s. Thaha : 50.) قَالَ رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَىٰ كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَىٰ
Musa berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.
Dalam hal ini IbnHanbal menjawab“Bersemayam diatas arasy terserah pada Allah dan bagaimana saja Dia kehendaki dengan tiada batas dan tiada seorangpun yang sanggup menyifatinya.”
Dan ketika ditanya tentang makna hadist nuzul (Tuhan turun kelangit dunia), ru’yah (orang-orang beriman melihat Tuhan diakhirat), dan hadist tentang telapak kaki Tuhan, IbnHanbal menjawab : “Kita mengimani dan membenarkannya, tanpa mencari penjelasan cara dan maknanya.”
Dari pernyataan diatas, tampak bahwa Ibnhanbal bersikap menyerahkan (tafwidh) makna-makna ayat dan hadistmutasyabihat kepada Allah dan Rasul-Nya, Ia sama sekali tidak mena’wilkan pengertian lahirnya.
b. Tentang Status Al-Qur’an
IbnHanbal tidak sependapat dengan fahamMu’tazilah, yakni Al-Qur’an tidak bersifat qadim, tetapi baru dan diciptakan. Faham adanya qadimdisampingTuhan, berarti menduakan Tuhan, Sedangkan menduakan Tuhan adalah Syirik dan dosa besar yang tidak diampuni oleh Allah.
Ibn Hanbal tidak mau membahas lebih lanjut tentang status Al-Qur’an. Itu dapat dilihat dari salah satu dialog yang terjadi antara Ishaq bin Ibrahim, gubernur Irak dengan Ahmad IbnHanbal.Ia hanya mengatakan bahwa al-Qur’an tidak diciptakan. Hal ini sejalan dengan pola pikirnya yang menyerahkan ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat Allah kepada Allah dan rasul-Nya.
2. Ibn Taimiyah
a. Riwayat Singkat Hidup IbnTaimiyah
Nama lengkap IbnTaimiyah adalah Taqiyyuddin Ahmad bin Abi Al-Halim binTaimiyah. Dilahirkan di Harran pada hari senin tanggal 10 rabiulawwal tahun 661 H dan meninggal di penjara pada malam senin tanggal 20 Dzul Qaidah tahun 729 H. Kewafatannya telah menggetarkan dada seluruh penduduk Damaskus, Syam, dan Mesir, serta kaum muslimin pada umumnya. Ayahnya bernama Syihabuddin Abu Ahmad Abdul Halim bin Abdussalam Ibn Abdullah bin Taimiyah, seorang syekh, khatib dan hakim di kotanya.
Dikatakan oleh Ibrahim Madkur bahwa ibnTaimiyah merupakan seorang tokoh salaf yang ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak leluasa kepada akal. Ia adalah murid yang muttaqi, wara, dan zuhud, serta seorang panglima dan penentang bangsa tartas yang berani. Selain itu ia dikenal sebagai seorang muhaddits mufassir, faqih, teolog, bahkan memiliki pengetahuan luas tentang filsafat. Ia telah mengkritik khalifah Umar dan khalifah Ali bin Abi Thalib. Ia juga menyerang Al-Ghazali dan IbnArabi. Kritikannya ditujukan pula pada kelompok-kelompok agama sehingga membangkitkan para ulama sezamannya. BerulangkaliIbnTaimiyah masuk kepenjara hanya karena bersengketa dengan para ulama sezamannya.
b. Pemikiran Teori IbnTaimiyah
Pikiran-pikiran Ibnu Taimiyah adalah sebagai berikut :
Sangat berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadist.
Tidak memberikan ruang gerak yang bebas kepada akal.
Berpendapat bahwa Al-Qur’an mengandung semua ilmu agama.
Di dalam islam yang diteladani hanya 3 generasi saja (sahabat, tabi’in, dan tabi’i-tabi’in).
Allah memili sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap mentanzihkan-Nya.
IbnTaimiyah mengkritik Imam Hanbali dengan mengatakan bahwa kalaulah kalamullah itu qadim, kalamnya pasti qadim pula. IbnTaimiyah adalah seorang tekstualis. Oleh sebab itu pandangannya dianggap oleh ulama mazhab Hanbal, Al-kitab Ibn Al-Jauzi sebagai pandangan tajsim (antropomorpisme) Allah, yakni menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Oleh karena itu, Al-Jauzi berpendapat bahwa pengakuan IbnTaimiyah sebagai salaf perlu ditinjau kembali.
Berikut ini adalah pandangan ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat Allah.
Percaya Sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang Ia sendiri atau Rasul-Nya menyifati. Sifat-sifat yang dimaksud adalah:
Sifat salbiyah, yaitu qidam, baqa, muhalafatu lil hawaditsi, qiyamuhubinafsihi, dan wahdanniyah.
Sifat ma’nawi, yaitu qudrah, iradah, samea, bashar, hayat, ilmu, dan kalam.
Sifat khabariah (sifat-sifat yang diterangkan Al-Qur’an dan Hadis walaupun akal bertanya tentang maknanya). Seperti keterangan yang menyatakan bahwa Allah dilangit; Allah diatas Arasy; Allah turun kelangit dunia; Allah dilihat oleh orang beriman diakhirat kelak; wajah, tangan dan mata Allah.
Sifat dhafiah, meng-idhafat-kan atau menyandarkan nama-nama Allah pada alam makhluk, rabbal-amin, khaliqal-kaum. Dan falikal-habbwaal-nawa.
Percaya sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, yang Allah dan Rasul-Nya sebutkan, seperti al-awwal, al-akhir, azh-zhahir, al-bathin, al-alim, al-qadir, al-hayy, al-qayyum, as-sami, dan al-bashir.
Menerima sepenuhnya nama-nama Allah tersebut dengan tidak mengubah makna yang tidak dikehendaki lafadz, tidak menghilangkan pengertian lafazd, tidak mengingkarinya, tidak menggambarkan bentu-bentuk Tuhan, dan tidak menyerupai sifat-sifat-Nya dengan sifat-sifat makhluknya.
IbnTaimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat-ayat mutsyabihat. Menurutnya, ayat atau Hadist yang menyangkut sifat-sifat Allah harus diterima dan diartikan sebagaimana adanya, dengan cacatan tidak men-tajsim-kan, tidak menyerupakanNya dengan makhluk, dan tidak bertanya-tanya tentangNya.
Dalam masalah perbuatan manusia Ibnu Taimiyah mengakui tiga hal:
a. Allah pencipta segala sesuatu termasuk perbuatan manusia.
b. Manusia adalah pelaku perbuatan yang sebenarnya dan mempunyai kemaun serta kehendak secara sempurna, sehingga manusia bertanggung jawab atas perbuatannya.
c. Allah meridhai perbuatan baik dan tidak meridlai perbuatan buruk. Dikatakan oleh Watt bahwa pemikiran Ibn Taimiyah mencapai klimaksnya dalam masalah sosiologi politik yang mempunyai dasal teologi. Masalah pokoknya terletak pada upayanya untuk membedakan antara manusia dengan Tuhan yang mutlak, oleh sebab itu masalah Tuhan tidak dapat diperoleh dengan metode rasional, baik metode filsafat maupun teologi. Begitu juga keinginan mistis manusia untuk menyatu dengan Tuhan adalah suatu hal yang mustahil.
3. Muhammad Ibn Abdul Wahab (W. 1792 M)
Lahir di perkampung Uyainah di bagian selatan kota najd (Saudi arabia). Ia mengaku sebagai salah satu penerus ajaran ibu Taimiyah. Pengikut akidahnya dikenal sebagai wahabi atau dikenal juga dengan salafi. Namun, penganut wahabi menolak menganut madzhab wahabi. Karena menurut para ulama Muhammad Ibn Abdul Wahab amat mahir dalam mencampur adukkan antara kebenaran dan kebatilan. Oleh karena itu, ia mendapat julukan syaikhul Islam dan ajarannya tersebar, padahal banyak dikecam oleh ulama-ulama pakar karena kebatilan akidah dan pahamnya. Sehingga penganut wahabi menggelarkan diri sebagai golongan al-muwahhidin atau madzhab salafiyah (pengikut kaum salaf), karena mereka ingin mengembalikan ajaran-ajaran tauhid kedalam islam dan kehidupan Rasulullah SAW.
Muhammad Bin Abdul Wahab mengaku bahwa hanya dirinya sendiri yang memahami konsep tauhid dan mengenal islam dengan sempurna. Dia menafsirkan pemahaman ulama dari golongan manapun dengan konsep tauhid, termasu dari guru-gurunya sendiri dari madzhab hanbali, apalagi dari madzhab lain. Dia menuduh para ulama lain yang tidak memahami konsepnya telah melakukan penyebaran ajaran bathil, yang tidak berlandaskan ilmu dan kebenaran.
2.3. Perkembangan Salafiyah di Indonesia
Perkembangan salafiyah di Indonesia di awali oleh gerakan-gerakan persatuan islam (persis), atau Muhammadiyah. Gerakan-gerakan lainnya, pada dasarnya juga dianggap sebagai gerakan ulama salaf, tetapi teologinya sudah di pengaruhi oleh pemikiran yang dikenal dengan istilah logika. Sementara itu, para ulama yang menyatakan diri mereka sebagai ulama salaf, mayoritas tidak menggunakan pemikiran dalam membicarakan masalah teologi (ketuhanan).
Dalam perkembangan berikutnya, sejarah mencatat bahwa salafiyah tumbuh dan berkembang pula menjadi aliran (mazhab) atau paham golongan, sebagaimana Khawarrij, Mu’tazilah, Maturidiyah, dan kelompok-kelompok Islam klasik lainnya. Salafiyah bahkan sering dilekatkan dengan ahl-sunnahwaal-jama’ah, di luar kelompok Syiah. Selain itu, Salafi di Indonesia banyak dipengaruhi oleh ide dan gerakan pembaruan yang dilancarkan oleh Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab di kawasan Jazirah Arabia. Menurut Abu Abdirrahman al-Thalibi, ide pembaruan ibn ‘Abd al-Wahhab diduga pertama kali dibawa masuk ke kawasan Nusantara oleh beberapa ulama asal Sumatra Barat pada awal abad ke-19. Inilah gerakan salafiyah pertama di tanah air yang kemudian lebih dikenal dengan gerakan padiri. Yang salah satu tokoh utamanya adalah Tuanku Imam Bonjol. Gerakan ini sendiri berlangsung dalam kurun waktu 1803 hingga sekitar 1832.
Tapi, Ja’far Umar Thalib mengklaim, dalam salah satu tulisannya, bahwa gerakan ini sebenarnya telah mulai muncul bibitnya pada masa Sultan Aceh Iskandar Muda (1603-1673). Ditahuan 80-an, dengan maraknya gerakan kembali kepada islam di berbagai kampus di Tanah air- mungkin dapat dikatakan sebagai tonggak awal kemunculan gerakan Salafi di Indonesia. Adalah Ja’far Umar Thalib salah satu tokoh utama yang berperan dalam hal ini. Disamping Ja’far Thalib, terdapat beberapa tokoh lain yang dapat dikatakan sebagai penggerak awal gerakan salfi di Indonesia, seperti: Yazid Abdul Qadir Jawwaz (Bogor), Abdul Hakim Abdat (Jakarta), Muhammad Umar As-Sewed (Solo), Ahmad Fais Asifuddin (solo), dan Abu Nida (Yogyakarta). Nama-nama ini bahkan kemudian tergabung dalam dewan redaksi Majalah As-Sunnah majalah gerakan Salafi Modern pertama di Indonesia, sebelum mereka kemudian mereka berpecah beberapa tahun kemudian.
2.4 Dokrin-Dokrin Pokok
Pemikiran dan Doktrin Aliran Salaf Pokok ajaran dari ideologi dasar Salafi adalah bahwa Islam telah sempurna dan selesai pada waktu masa Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya, oleh karena itu tidak dikehendaki inovasi yang telah ditambahkan pada abad nanti karena material dan pengaruh budaya. Paham ideologi Salafi berusaha untuk menghidupkan kembali praktik Islam yang lebih mirip agama Muhammad selama ini.
Salafi sangat berhati-hati dalam agama, apalagi urusan aqidah dan fiqh. Salafi sangat berpatokan kepada as salafus sholeh. Bukan hanya masalah agama saja mereka perhatikan, tetapi masalah berpakaian, salafi sangat suka mengikuti gaya berpakaian seperti zaman as salafus sholeh seperti memakai sorban atau gamis bagi laki-laki atau memakai celana-celana menggantung, dan juga memakai cadar bagi kebanyakan wanita salafi. Ibnu Taimiyyah dalam bukunya Minhaj as-sunnah dengan tegas menolak metode rasional Mu’tazilah yang menetapkan adanya harmoni (kesesuaian) naql (transferensi) dengan ‘aql (nalar). Apabila terjadi kontroversi antara keduanya, maka yang digunakan adalah nalar dengan melakukan interpretasi alegoris (ta’wil) terhadap naql (transferensi). Ibnu Taimiyyah menawarkan metode alternatif, yaitu harmonitas rasional yang jelas dengan periwayatan yang valid. Maka, jika terjadi kontraversi diantara nalar dan naql, ia menyerahkan (penyelesaian) pada naql karena yang mengetahuinya hanyalah Allah semata. Epistemologi Ibnu Taimiyyah tidak mengizinkan terlalu banyak intelektualisasi, termasuk menolak interpretasi (ta’wil), sebab baginya dasar ilmu pengetahuan manusia terutama ialah fitrahnya. Dengan fitrah-nya itu manusia mengetahui tentang baik dan buruk, dan tentang benar dan salah. Fitrah yang merupakan asal kejadian manusia, yang menjadi satu dengan dirinya melalui intuisi, hati kecil, hati nurani, dan lain-lain, diperkuat oleh agama yang disebut sebagai fitrah yang diturunkan, maka metodologi kaum kalam baginya adalah sesat. Adapun 3 pokok Ajaran Salaf seperti yang di jelaskan berbagai sumber sebagai berikut:
Keesaan dzat dan sifat Allah, Salaf menegaskan bahwa sifat-sifat, nama-nama, perbuatan dan keadaan Allah adalah seperti yang tersebut dalam Al-qur’an dan hadis dimaknai sebagaimana arti lahiriyahnya (tapi menghindari penafsiran secara indrawi) dengan batasan, keadaan-Nya berbeda dengan makhluk-Nya (mukhalafatu lil khawaditsi ), karena Tuhan itu suci dari sesuatu yang ada pada makhluknya. Dengan arti lain, bahwa pemahaman yang digunakan ialah diantara “ta’thil” (peniadaan sifat) sama sekali dan “tasybih” (penyerupaan Tuhan dengan makhluknya).
Keesaan penciptaan oleh Allah, bermakna bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah itu merupakan karya Allah mutlak, tanpa sekutu dalam penciptaannya, tiada yang merecoki kekuasaannya, segala sesuatu datang dari pada-Nya, dan segala sesuatu kembali kepada-Nya. Dari kajian ini, maka timbul persoalan baru apakah perbuatan manusia itu “jabbar” (determinasi) yang merupakan produk naql dan menolak atas praksis akal, atau “ikhtiari” (liberasi) yang merupakan produk akal dan interpretasi alegotis-metaforis terhadap naql (wahyu). Mereka mengambil sikap dan pemahaman antara paham mu’tazilah dan asy’ariyah .
Keesaan ibadah kepada Allah, dimaksudkan adalah bahwa ibadah tidak dihadapkan serta dilaksanakan kecuali kepada Allah, dengan secara ketat mengikuti ketentuan syara’ dan tidak didorong oleh tujuan lain, kecuali untuk dan sebagai sikap taat serta pernyataan syukur kepada-Nya. Kajian ibadah tidak dimasudkan untuk melihat sah-batalnya dan tidak pula dalam tinjauan rukun dan syaratnya, tetapi yang dikehendaki adalah ada tidaknya jiwa tauhid didalam ibadah (ritual) itu. Konsekwensi dimasukkan ibadah dalam kajian teologi kaum salaf melahirkan tindakan praksis yaitu: pelarangan mengangkat manusia (hidup atau mati) sebagai perantara (wasilah) kepada Tuhan atau dengan kata lain dilarang bertawassul, larangan memberi nazar kepada kuburan atau penghuninya atau penjaganya, dan larangan ziarah kubur orang saleh dan para nabi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Salaf bukanlah suatu “harakah”, bukan pula manhaj hizbi (fanatisme golongan), dan bukan pula manhaj yang mengajarkan taklid, kekerasan. Tetapi manhaj Salaf adalah ajaran Islam sesungguhnya yang dibawa oleh Nabi SAW dan difahami serta dijalankan oleh para salafush-shalih-radhiyalahu ‘anhum, yang ditokohi oleh para sahabat, kemudian oleh para Tabi’in dan selanjutnya Tabi’iTabi’in.
Imam hanbali adalah salah seorang tokoh ulama salaf yang mempunyai ciri khas dalam pemikirannya yaitu lebih menerapkan pendekatan lafdzi (tekstual) daripada pendekatan ta’wil, kemudian beliau menyerahkan (tafwidh) makna-makna ayat dan hadistmutasyabihat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kemudian ulama salaf lainnya adalah Ibnu Taimiyah, Ibnu Taimiyah merupakan tokoh salaf yang ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak leluasa pada akal. Ia adalah murid yang muttaqi, wara, zuhud, serta seorang panglima dan penentang bangsa Tartas yang berani. Ibnu Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat- ayat mutasyabihat. Muhammad Ibn Abdul Wahab, lahir di perkampung Uyainah di bagian selatan kota najd (Saudi arabia). Ia mengaku sebagai salah satu penerus ajaran ibu Taimiyah. Pengikut akidahnya dikenal sebagai wahabi atau dikenal juga dengan salafi. Namun, penganut wahabi menolak menganut madzhab wahabi.Menurutnya, ayat atau Hadist yang menyangkut sifat-sifat Allah harus diterima dan diartikan sebagaimana adanya, dengan cacatan tidak men-tajsim-kan, tidak menyerupakanNya dengan makhluk, dan tidak bertanya-tanya tentangNya.
Paham ideologi Salafi berusaha untuk menghidupkan kembali praktik Islam yang lebih mirip agama Muhammad selama ini. Dalam mindset paham salafi doktrinal mereka dapat di rumuskan sebagai berikut:
1. Kemutlakan akidah dan wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw, dan menganggap metode ahli filsafat yang mengedepankan logika sebagai hal yang salah dan sesat.
2. Apa yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Sunnah Nabi harus diterima dan tidak boleh ditolak.
3. Akal pikiran tidak mempunyai kekuasaan untuk menakwilkan Al-Qur’an atau menafsirkannya ataupun menguraikannya, kecuali dalam batasan-batasan yang diizinkan oleh kata-kata (bahasa) dan dikuatkan pula oleh hadits-hadits. Selain itu, salafiyyah juga melarang ziarah kubur bilamana dengan tujuan untuk meminta berkah atau mendekatkan diri kepada Allah, yang boleh dan bahkan dianjurkan bila dengan tujuan mencari keteladanan (al-‘idhah) dan nasihat (i’tibar), yang terakhir mereka mengharamkan tawassul.
3.2. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan karya-karya berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution Harun. 1986. Teologi Islam : Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta:UIPress
http://ferdiansweblog.blogspot.com/2010, diakses pada tanggal 7 April 2020
http://nuris23.wordpress.com/salafiyah-yang-dibina-oleh-dr-aminullah-el-hady/ , diakses pada tanggal 7 April 2020
http://www.darussalaf.or.id, diakses pada tanggal 7 April 2020.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Salafiyah, diakses pada tanggal 7 April 2020.
Http://www.hunter.blogspot.com di akses tgl. 7 April 2020.
http://id.wikipedia.org/wiki/Salafiyah#cite_note-KepelJihad-7, diakses pada tanggal 7 April 2020.
http://rahmah-anjwah.blogspotcom/2015/05/makalah-aliran-salaf-dalam-ilmu-kalam.html?m=1, diakses 7 April 2020.