Jumat, 12 Juni 2020

Makalah Clean and Good Governance (PPKN)

BAB I
PENDAHULUAN 

A. LATAR BELAKANG

     Tujuan suatu negara tidak lain untuk mewujudkan masyarakat dengan kehidupan yang baik (Good Life), dimana yang terdapat dalam fungsi negara yaitu melaksanakan kepentingan rakyat dengan  norma yang berlaku untuk mewujudkan cita-cita negara. Masyarakat sebagai pelaksana dan tingkatan pemerintah negara sebagai pengelola sumber daya pembangunan. Terjadi berbagai permasalahan seperti krisis ekonomi di Indonesia antara lain menunjukkan tatacara penyelenggara pemerintah dalam mengelola sumber daya pembangunan yang tidak diatur dengan baik. Akibatnya menimbulkan masalah-masalah yang lain yang menyebabkan masyarakat menjadi terhambat dalam proses pengembangan ekonomi Indonesia, sehingga dampak negative seperti peningkatan penganguran, jumlah penduduk miskin yang bertambah, tingkat kesehatan yang menurun, dan bahkan konflik-konflik yang terjadi diberbagai daerah.
     Penyelenggara pemerintah yang baik sangat dibutuhkan yang dimana menjadi landasan pembangunan dan pembuatan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Oleh karena itu tata pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala permasalahan yang timbul dapat diminimalkan , dipecahkan dan juga dipulihkannya segala bidang dalam masyarakat agar dapat berjalan dengan baik dan lancar. Disadari, dalam mewujudkan tata pemerintahan membutuhkan waktu yang tidak singkat dan upaya yang didukung dari segala pihak dan dilakukan secara terus – menerus. Selain itu aparatur negara, pihak swasta dan masyarakat harus bersatu dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik.

B. RUMUSAN MASALAHA
1. Apa yang dimaksud dengan good governance ?
2. Bagaimana karakteristik serta unsur-unsurnya ?
3. Apa yang dimaksud dengan clean governance ?
4. Bagaimana cara menuju clean and good governance ?


C. TUJUAN PENELITIAN
Agar dapat menjelaskan tentang good governance
Agar dapat menjelaskan karakteristik serta unsur-unsurnya
Agar dapat menjelaskan tentang clean governance
Agar dapat menjelaskan cara menuju clean and good governance

BAB II
PEMBAHASAN


A. PENGERTIAN PRAKTIS GOOD AND GOVERNANCE

      Good and clean governance memiliki pengertian segala hal yang berkaitan dengan tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam nilai-nilai kehidupan sehari-hari.
Di Indonesia, good governance dapat diartikan sebagai pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa. Kejujuran, amanah, dan peduli terhadap rakyat adalah yang dibutuhkan masyarakat Indonesia saat ini.
Good Governance
      Konsep governance dalam good and clean governance banyak masyarakat yang merancukan dengan konsep government. Konsep governance lebih inklusif daripada government menunjuk pada suatu organisasi pengelolaan berdasarkan kewenangan tertinggi (negara dan pemerintah). Konsep governance melibatkan tidak sekedar pemerintah dan negra,tetapi juga peran berbagai aktor diluar pemerintah dan negara sehingga pihak-pihak yang terlibat juga sangat luas (Ganie Rochman,2000: 141).
Good dalam good governance menurut Lembaga Administrasi Negara (2000:6)mengandung dua pengertian. Pertama ,nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan nasional, kemandirian, pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan sosial. Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tujuan tersebut.
        Berdasarkan pengertian tersebut, LAN kemudian mengemukakan bahwa good governance berorientasi pada 2(dua) hal, yaitu orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional dan pemerintah yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Orientasi pertama mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan  bernegara dengan elemen-elemen konstituennya, seperti legitimasi (apakah pemerintah dipilih dan mendapat kepercayaan dari rakyatnya), accountibility ( akuntabilitas), securing of human right,autonomy and devolution of power, dan assurance of civilian control. Sedangkan orientasi kedua, tergantung pada sejauh mana pemerintah mempunyai kompetensi dan struktur, serta mekanisme politik dan administrasi berfungsi secara efektif dan efisien.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan wujud good governance menurut LAN (2000:8) adalah penyelenggaraan pemerintah negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif dengan menjaga “kesinergisan” interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat (society). Workshop yang diselenggarakan oleh UNDP menyimpulkan “thats good governace system are participatory, implying that all members of governance institutien have a voicenin influencing decision-making” (UNDP,1997:19). Sistem pemerintahan yang baik adalah partisipasi, yang menyatakan bahwa semua anggota institusi governance memiliki suara dala memengaruhi pembuatan keputusan. Hal ini merupakan fondasi legitimasi dalam sistem demokrasi.     Prosedur dan metode pembuatan keputusan harus transparan agar memungkinkan terjadinya partisipasi efektif. Siapa saja yang dipilih untuk membuat keputusan dalam pemerintahan, organisasi bisnis dan organisasi masyarakat sipil (business and civil society organizations) harus bertanggung jawab kepada publik, serta kepada institusi “stakeholders”. Institusi governance harus efisien dan efektif dalam melaksanakan fungsi-funfsinya, responsif terhadap kebutuhan rakyat, memfasilitasi(fasilitative) dan memberi peluang( enabling) ketimbang mengkontrol( controling), melaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan( the ruleof law).

B. CLEAN GOVERNANCE
      
    Pemerintahan yang bersih (clean governance) terkait erat dengan akuntabilitas administrasi publik dalam menjalankan tugas, fungsi, dan tanggung jawab. Aktor dalam pemerintahan yang bersih dalam menjalankan tugas, fungsi, dan wewenang yang di berikan kepadanya tidak melakukan tindakan yang menyimpang dari etika administrasi publik (maladministration). Jelasnya, maladministration merupakan suatu tindakan administrasi publik yang menyimpang dari nilai nilai administrasi publik. Etika administrasi publik merupakan seperangkat nilai yang dapat di gunakan sebagai acuan dan referensi bagi administrasi publik dalam menjalankan tugas, fungsi, dan kewenangan yang diberikan kepadanya, dan sekaligus dapat digunakan sebagai standar penilaian untuk menilai apakah tindakan administrasi publik dinilai “baik “atau “buruk “. Wujud konkret tindakan administrasi publik yang menyimpang dari etika administrasi publik (maladministration) adalah melakukan tindakan korupsi, kolusi, nepotisme, dan sejenisnya.
          Thoha (1997 :110) menegaskan bahwa upaya untuk menemukan pemerintahan yang bersih dan berwibawa sangat bergantung kepada hal hal berikut ini.
Pelaku-pelaku dari pemerintahan, dalam hal ini sangat di tentukan oleh kualitas sumber daya aparaturnya.
Kelembagaan yang digunakan oleh pelaku-pelaku pemerintah untuk mengaktualisasikan kinerjanya
Perimbangan kekuasaan yang mencerminkan seberapa jauh sistem pemerintahan itu harus diberlakukan.
Kepemimpinan dalam birokrasi publik yang berakhlak, berwawasan (visionary), demokratis dan responsif.

Sumber Daya Manusia
Supaya mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam pemerintahan, setiap pengangkatan aparatur negara, termasuk penempatan, dan pengangkatan dalam jabatan harus memenuhi beberapa kriteria pokok sebagai berikut.
Bermoral dan berakhlak yang di tandai dengan kebersihan akidah dan, kebersihan akhlak, kebersihan tujuan hidup, bersih harta, dan bersih pergaulan sosial.
Berpengetahuan dan berkemampuan untuk melaksanakan tugas yang di bebankan kepadanya (the right man on the right place).
Menata jumlah struktur, serta kepegawaian publik untuk dapat mengaktualisasi (self actualisation) potensi yang di milikinya sehingga mereka akan dapat mencapai karier yang berkelanjutan (sustainable carier).
Penyelenggaraan pendidikan dan latihan (diklat), betul-betul di arahkan pada penciptaan akhlak dan profesionalisme pegawai, serta bukan semata-mata media legitimasi mendapatkan jabatan pada jenjang tertentu. Sebab, jika hal ini terjadi, maka akan menyemburkan praktik “maladministration” berupa korupsi, kolusi, dan nepotisme.

        Kriteria pokok dalam penegakan aparatur negara tersebut di atas, menjadi penting adanya untuk menjadi perhatian mengingat perkembangan masyarakat kita yang sangat dinamis, diikuti dengan tingjat kehidupan masyarakat kita yang semakin baik,merupakan indikasi dari “empowering” yang dialami oleh masyarakat. Merujuk dari  situ, besar harapannya aparatur pemerintah, baik pusat maupun daerah harus mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan layanan publik. Berangkat dari yang suku  mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan berubah menjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibel kolaburatis dan dialogis, dan begitupun yang sebelumnya menggunakan cara- cara sloganis menuju cara – cara kerja yang realistis  pragmatis. Besar kemungkinan, jika kriteria pokok dalam penentuan sumber daya aparatur atau SDM dalam pemerintahan itu benar – benar konsisten diwujudkan, maka perwujudan pemerintahan yang bersih dan berwibawa bukan tidak mungkin negeri ini akan bisa menuju clean and good governance.

Kelembagaan Pemerintah
Osborn dan Ted Gaebler (1992) mengingatkan bahwa dalam menghadapi abad ke-21, corak pemerintahan masa depan adalah tidak bersifat mendayung (rowing) sehingga semua jenis pekerjaan yang ada di masyarakat ini ditangani oleh pemerintah. Akan tetapi, peran pemerintah bersifat “ steering” terbatas hanya untuk mengendalikan atau mengatur saja. Corak pemerintah demikian ini, menempatkan posisi masyarakat lebih berdaya. Dengan demikian perlu ada perampingan birokrasi.
          Pemberdayaan Kelembagaan Pemerintah baik pusat maupun daerah tidak lain adalah berupaya untuk membantu mekanisme kerja dan pelayanan. Adapun, orientasi kerja dan pelayanan terutama lebih langsung difokuskan pada rakyat. Maka dari itu, harus diupayakan sesederhana mungkin prosedurnya dengan waktu yang cepat dan biaya yg murah. Dengan demikian masyarakat sebagai “target grups” akan mendapat kepuasan sehingga mau melakukan apa yang menjadi kewajiban mereka. Untuk dapat melakukan ini maka perlu “ reformasi Kelembagaan dan administrasi “. Dalam pemberian layanan kepada publik.

Perimbangan Kekuasaan
Perimbangan kekuasaan lebih banyak mengarah pada terjadinya “check and balance” di antara pemegang kekuasaan dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik. Perimbangan kekuasaan yang di harapkan lebih mengarah pada chek and balance ini ideal penerapannya tidak saja pada tubuh birokrasi, tetapi juga antara pemerintah (birokrasi) dengan masyarakat. Perimbangan kekuasaan yang juga penting adalah perimbangan kekuasaan antara pemerintah (daerah) sebagai lembaga eksekutif, dan Dewan Perwkilan Rakyat (daerah) sehingga akan terjadi “check and balance “
          Perimbangan kekuasaan juga mengarah kepada perimbangan kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah (sentralisasi dengan desentralisasi). Perimbangan kekuasaan ini penting adanya, mengingat makna mendasar pemerintah adalah pelayanan masyarakat, maka pemberian otonomi (otonomi politik maupun administrasi) yang luas dan bertanggung jawab maka harus diletakkan kepada pemerintahan yang dekat dengan rakyat. Jdi, aparatur negara dapat memberikan pelayanan sesuai dengan apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi rakyat yang dilayaninya. Mengingat hal itulah Perimbangan kekuasaan penting untuk kehadiran demi menuju pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

 Pemimpinan Visioner
Kepemimpinan dalam mewujudkan “good governance” idelnya adalah kepemimpinan yang bersih, berwawasan, demokratis, responsif, dan bertanggung jawab. Kepemimpinan dalam mewujudkan pemerintahan yang baik adalah kepemimpinan yang harus memenuhi syarat berakhlak bersih dan tidak cacat moral (Thoha, 1992 :112) lebih jelasnya, berikut ini beberapa syarat kepemimpinan yang dibutuhkan dalam mewujudkan good governance.
          Pertama, pemimpin yang bermoral dan berakhlak yang di tandai dengan kebersihan akidah, akhlak, tujuan hidup, harta, dan pergaulan sosial. Ini adalah syarat yang pertama dan utama untuk memilih dan mengangkat pemimpin dalam birokrasi pemerintah. Selain itu, pemimpin harus memiliki dan mengangkat pemimpin dalam birokrasi pemerintah. Selain itu, pemimpin harus memiliki visii mau di bawa kemana tugas- tugas pekerjaan yang dibedakan kepadanya.
           Menurut Thoha (1997: 112), visi mencakup upaya yang mampu melihat jangkauan ke depan yang berskala nasional maupun global. Visi merupakan syarat yang harus dimiliki oleh calon pemimpin birokrasi pemerintah. Jika ada seorang pemimpin ditanya “apa program kerja saudara?”, dan menjawab “saya baru diangkat belum mempelajarinya serta belum tahu program kerjanya”, maka pemimpin yang demikian adalah tipe pemimpin yang belum memiliki visi ke depan (visioner). 
          Kedua, demokrasi dan responsif, merupakan persyaratan berikutnya untuk mengangkat pemimpin dalam birokrasi pemerintah. Pemimpin yang demokratis dalam setiap proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, senantiasa melibatkan publik dan keputusan yang dihasilkan substansinya harus berpihak pada kepentingan publik. Sementara itu, pemimpin yang responsif adalah pemimpin yang cepat tanggap (respons) dan cepat menanggapi (menindaklanjuti) keluhan, masalah, kepentingan, dan aspirasi yang dipimpinnya. Sedangkan pemimpin yang bertanggung jawab adalah pemimpin yang memiliki “sense of responsibility and professionally” Pemimpin yang bertanggung jawab memiliki rasa tanggung jawab dalam  menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Pemimpin yang senantiasa melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara sungguh-sungguh, dan tidak “asal-asalan” dalam bekerja, baik ketika mereka ditempatkan pada tempat yang “basah” atau “kering”, dan tidak akan melakukan tindakan korupsi kendatipun ada peluang untuk melakukannya. Pemimpin yang profesional adalah pemimpin yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan (capable to do) apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. 
           Persyaratan seorang pemimpin di atas tentunya akan dapat melaksanakan, memenuhi, dan wewujudkan penyelenggaraan pemerintah yang baik, bersih, dan berwibawa (clean and good governance). Semua itu penting adanya karena dalam penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) menghendaki adanya akuntabilitas, transparansi, keterbukaan, dan rule of law. Sementara itu, pemerintahan yang bersih menuntut terbebaskannya praktik yang menyimpang (maladministration) dari etika administrasi negara. Sedangkan pemerintah yang berwibawa menuntut adanya ketundukan ketaatan, dan kepatuhan (compliance) rakyat terhadap undang-undang, pemerintah, dan kebijakan pemerintah. 

C.  Menuju Clean And Good Governance 

       Karakteristik Clean and golf governance di atas, dapat diwujudkan dengan cara melakukan pembangunan kualitas manusia sebagai pelaku good governance. Pembangunan kualitas manusia dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan Problem centered development paradigm. Artinya, dengan pendekatan manusia yang berkualitas dimungkinkan akan mampu mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance). Perwujudan pokok pikiran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
       Pertama, pembangunan oleh dan untuk masyarakat. Manajemen pembangunan ini memandang sebagai produk dari prakarsa dan kreativitas masyarakat. Peranan pemerintah adalah menciptakan kondisi lingkungan yang memungkinkan masyarakat untuk memobilisasi sumber-sumber yang ada di dalam masyarakat untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi, sesuai dengan prioritas yang mereka tentukan. Pokok pikiran ini sama dengan hakikat dari demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Sementara itu, pokok pikiran yang memberikan kesempatan untuk masyarakat untuk memobilisasi sumber daya lokal untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi merupakan pencerminan dari konsep desentralisasi, yakni memberi kewenangan dan tanggung jawab untuk membuat keputusan dalam kerangka memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah yang mereka hadapi. Nilai-nilai ini dapat memperdayakan masyarakat dan meningkatkan kapasitas mereka sehingga mereka dapat menentukan masa depannya sendiri.
      Kedua, pengedepanan aktivitas berbagai sumber daya terutama informasi dengan masyarakat. Langkah ini merupakan pengejawantahan dari prinsip pemerintahan yang bersih, baik, dan berwibawa, yaitu prinsip akuntabilitas, transparansi, dan keterbukaan. Mekanisme pemberdayaan ini dirancang dengan cara mempersempit jarak sumber daya birokrasi dengan cara membuka kesempatan masyarakat untuk melakukan pengamatan publik (public examination)  terhadap lembaganya.  
        Ketiga, lembaga legislatif perlu berbagi informasi dengan masyarakat apa yang mereka ketahui mengenai sumber daya potensial yang diperlukan biroktar kepada masyarakat, seperti keuangan, akses dengan pimpinan politik, informasi, dan kerja sama adalah sesuatu yang bernilai bagi birokrat. Semua sumber daya tersebut dapat mempermudah masyarakat dalam melakukan kontrol terhadap birokrasi. Hubungan dekat dengan elite politik dapat memengaruhi lembaganya dengan menggunakan hubungkan (connections)  untuk mendapatkan anggaran,yuridiksi, atau barang yang diinginkan birokrat. Oleh karena itu, masyarakat bisa lebih berdaya dalam melakukan kontrol dan menentukan masa depan pemerintahny sendiri. 
  Keempat,birokrat unruk menjalin kerjasama dengan rakyat, yaitu dengan membuat program-programnya sesuai dengan apa  yang diinginkan oleh mereka agar mereka tidak diharapkan pada berbagai macam tekanan. Rakyat dapat melaporkan atas aktivitas yang dilakukan oleh birokrat.  Informasi ini penting bagi birokrat, dan informasi ini dapat diolah sebagai ukuran kontrol.  Bagaimanapun, strategi dengan memecah monopoli birokrasi mengenai informasi bisa jadi memperbesar efektivitas sumber daya. Informasi tentang aktivitas birokrasi dapat, hasil, dan konsekuensi dari tindakan birokrasi dan dapat digunakan pula sebagai sumber daya dalam melakukan pemberdayaan masyarakat itu sendiri. 
     Kelima, birokrasi membuka dialog dengan masyarakat. Dengan dilakukannya dialog ini akan memperkuat interaksi yang lebih besar antara birokrat dengan rakyat atau pejabat yang dipilih (elected offecial)  dan dengan cara ini mempermudah melakukan konversi sumber daya yang diperlukan dalam melakukan kontrol. Mekanisme kontrol ini dibedakan menjadi dua macam cara,  yaitu kontrol berasal dari pekerjaan dari lembaga kontrol itu sendiri dan membuat arena untuk beriteraksi sehingga mekanisme kontrol memberikan kesempatan untuk mempengaruhi secara informal (informal influence) yang bisa mengarah ke rencana formal. Arena pertukaran sumber daya ini sebagai pengejawantahan dari nilai people centered development paragdigm, yakni proses belajar sosial (social learning process).  Yang dimaksud dengan proses belajar lembaga-lembaga yang ada yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan mereka melalui kegiatan-kegiatan pemecahan masalah (problem solving) yang sering kali dilakukan melalui trial and error. 
    Keenam, nilai manajemen strategis (stategic management)  berupaya untuk mengembangkan organisasi yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya,  menanggapi tuntutan, menguasai, dan memprogram perilaku manusia. Selain itu berusaha untuk mengembangkan prakarsa kreatif mereka untuk dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi, sebagai aplikasi dari memberikan keberdayaan anggota masyarakat dan anggota masyarakat dan anggota organisasi agar mereka mampu mengaktualisasikan potensinya.  
Berdasarkan gambaran di atas,kiranya tidak berlebihan jika disimpulkan bahwa desentralisasi, demokrasi, dan people centered development paradigm dapat mewujudkan manusia yang berkualitas dan manusia yang berkualitas dapat mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance).  

D. Unsur-Unsur Utama Good Governance

 Merujuk dari karakter-karakter good governance tersebut diatas, Ganie- Rochman (2000:151) mengemukakan bahwa good governance terdapat empat unsur utama, yaitu accountability, adanya kerangka hukum (rule of law), informasi, dan transparansi. Bhatta (1997:119) juga menyebutkan empat unsur governance, yaitu akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency), keterbukaan (openness), dan aturan hukum (rule of law).

Akuntabilitas (Accountability) 
Akuntabilitas (accountability) merupakan suatu istilah yang diterapkan untuk mengukur apakah dana publik telah digunakan secara tepat untuk tujuan di mana dana publik tadi telah digunakan secara tepat sesuai tujuan. Artinya, dana publik tadi benar-benar ditetapkan dan tidak digunakan secara ilegal (Hatry, 1996: 164). Seiring dengan perkembangannya, akuntabilitas juga digunakan juga bagi pemerintah untuk melihat akuntabilitas efisiensi ekonomi program. Usaha-usaha tadi berusaha untuk mencari dan menemukan apakah ada penyimpangan staf atau ketidakefisiensian atau ada prosedur yang tidak diperlukan.
 Gan staf atau ketidakefisiensian atau ada prosedur yang tidak diperlukan. 
Chandler dan Plano (1992:107) mengartikan akuntabilitas (accountability) sebagai “refers to the institution of checks and balances in an administrative system. Akuntabilitas menunjuk pada institusi tentang “checks and balance dalam sistem administrasi. Akuntabilitas berarti menyelenggarakan penghitungan (account) terhadap sumber daya atau kewenangan yang digunakan. The Oxford Advance Leaner’s Dictionary sebagaimana dikutip oleh Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (2000:21), mengartikan akuntabilitas sebagai “required or excpected to give an explanation for one’s action”. Akuntabilitas diperlukan atau diharapkan untuk memberikan penjelasan atas apa yang telah dilakukan. Jadi, akuntabilitas merupakan kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban, menjawab, atau menerangkan kinerja atas tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggujawaban.
Berdasarkan uraian tadi, akuntabilitas dapat disimpulkan pula sebagai kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya, serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban secara periodik. 

Transparansi (Transparency) 
Transparansi (transparency) lebih mengarah pada kejelasan mekanisme formulasi dan implementasi kebijakan, program, dan proyek yang dibuat dan dilaksanakan pemerintah. Pemerintahan yang baik adalah pemerintah yang bersifat transparan terhadap rakyatnya, baik di Tingkat Pusat maupun di Tingkat Daerah. Rakyat secara pribadi dapat mengetahui secara jelas dan tanpa ada yang ditutup-tutupi tentang proses perumusan kebijaksanaan publik dan implementasinya. Idealnya, segala kebijakan dan implementasi kebijakan baik di pusat maupun di daerah harus selalu dilaksanakan secara terbuka dan diketahui umum.

 Keterbukaaan ( Opennes )
    Keterbukaan mengacu kepada terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan tanggapan dan keritik terhadap pemerintah yang di nilai nya tidak transparan. Pemerintah yang baik adalah pemerintah yang bersifat terbuka dan teransparan dalam memberikan data dan informasi yang memadai bagi masyarakat sebagai bahan untuk melakukan penilai an atas jalan nya pemerintahan. Fakta yang selama ini justru sering di temukan bahwa perosedur “tender” kompetitif suatu peroyek pembangunan hingga penetapan keputusan pemenang nya masih sering bersifat tertutup. Rakyat atau bahkan para pelaku tender dengan pemerintah sering tidak memperoleh penjelasan informasi tentang hasil atau kriteria penetapan pemenang tender peroyek yang bersangkutan.

Kerangka Hukum ( Rule of Law )
    Perinsip rule of law di artikan, “ good governance” mempunyai karakteristik berupa jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang di buat dan di laksanakn. Oleh sebab itu setiap kebijakan publik dan peraturan perundangan harus di rumuskan di tetap kan, dan di laksanakan sesuai prosedur baku yang telah melembaga dan di ketahui oleh masyarakat umum, serta publik melalui kesempatan untuk mengevaluasinya.
     Pemerintahan yang baik dalam perimsip rule of law dapat di katalan sebagai pemerintahan yamg mampu mempertanggungjawabkam segala sikap, perilaku , dan kebijakan secara politik , hukum, maupum ekonomi dan di informasikan secara terbuka kepada publi, serta membuka lesempatan publik untuk meelakukan pengawasn. Begitupun jika dalam peraktiknya telah merugikan kepentingan rakyat, dengan demikian harus mampu mempertanggungjawabkan menerima tuntunan hukum atas tindakan tersebut. Dengan demikian jelas lah bahwa untuk menerapkan perinsip-perinsip “ good governance”, pemerintahan harus memiliki perilaku bertanggung jawab sekaligus menciptakan mekanisme akuntabilitas maupun setruktur kelembagaan bagi berkembangnya partisipasi masyarakat ( Nisjar, 1997:124).

 EKarakteristik Good Governance
Bertumpu pada pengertian Good Governance dia atas, United Nations Developement programme sebagaimana yang dikutip oleh Lembaga Administrasi Negara (2000: 7 ) mengajukan karakteristik good governance sebagai berikut
a. Participation. Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya.Partisipasi seperti ini di bangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara  serta berpartisipasi secara kontruktif.

b.Rule of law. Kerangka hukum adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk HAM. 

c.Transparency. Trasnparansi di bangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses- proses , lembaga-lembaga , dan informasi secara langsung dapat di terima oleh mereka yang membutuhkan.Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.

d. Responsiveness.Lembaga-lembaga dan proses - proses harus mencoba untuk melayani setiap "stakeholders".

e.Consensus  Orentation. Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan - pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas baik dalam hal kebijakan - kebijakan maupun prosedur-prosedur.

f.Equety .Semua warga negara baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaaga kesejahteraan mereka.

g.Effectivenes and efficiency. Proses-proses dan lembaga-lembaga sebaik mungkin mengahasilkan sesuai dengan apa yang digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia.

h.Accountability.Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta, dan masyarakat(civil society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga-lembaga " stakeholders".

i.Strategc vision. Para pemimpin dan publik harus mempunyai prespektif good governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh kedepan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ani Sri Rahayu, S.IP., M.AP. 2019. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta : PT Bumi Aksara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar