Jumat, 12 Juni 2020

Makalah Definisi, Ruang Lingkup Dan Sejarah Perkembangan Tasawuf


DEFINISI, RUANG LINGKUP DAN SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF

Makalah
 Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak dan Tasawuf
Dosen Pengampu : Eriksan, M.Pd.I



Disusun Oleh :
Lailatul Sukriyah              (1911050337)
Nadia Ayu Lestari             (1911050361)
Yanita Apria                     (1911050431)

Kelas : Matematika 2 F
Kelompok : 1 (satu)

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2019/2020



Puji syukur Alhamdulillah kita haturkan kehadirat Allah SWT baik dengan ucapan maupun tindakan karena dengan Rahmat dan Ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Dan tak lupa salam kasih sayang, sholawat dan salam keselamatan semoga tetap tercurahkan keharibaan Baginda Nabi Besar Muhammaad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya, yang telah membimbing manusia kejalan yang benar. Akhirnya tugas penulisan makalah tentang “Definisi, Ruang Lingkup dan Sejarah Perkembangan Tasawuf” dapat terselesaikan dengan baik sesuai dengan kemampuan penulis.
Makalah ini telah disusun semaksimal mungkin. Namun kami pun menyadari sepenuhnya keterbatasan yang kami miliki, sehingga selesainya penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah berjasa dalam penulisan ini. 
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima semua saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Dan kami berharap, semoga makalah ini bisa memberikan suatu kemanfaatan bagi kami penyusun dan para pembaca serta referensi bagi penyusun makalah yang senada di waktu yang akan dating. Aamiin.

                                                                        Bandar Lampung, 09 Februari 2020

                                                          Penulis



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1  Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah................................................................................. 2
1.3  Tujuan Masalah..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3
2.1  Definisi Tasawuf.................................................................................. 3
2.2  Ruang Lingkup Tasawuf...................................................................... 5
2.3  Sejarah Perkembangan Tasawuf........................................................... 9
BAB III PENUTUP......................................................................................... 21
3.1  Kesimpulan........................................................................................... 21
3.2  Saran..................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 22




BAB I
PENDAHULAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan yang penuh dengan teknologi berkembang saat ini, manusia semakin mengetahui sesuatu hal yang belum diketahui oleh para pendahulunya melalui teknologi yang diciptakannya. Jika kita pikirkan sejenak, terlintas di benak kita kekuasaan serta keagungan Tuhan yang Maha Esa dan begitu kecil dan terbatasnya pengetahuan kita tentang ciptaan-Nya.
Atas dasar tersebut, kita sebagai makhluk ciptaan-Nya harus mencintai dan mengabdikan diri kepada Allah swt. Dengan kedua hal tersebut kita dapat selalu berada didekatNya.
Tasawuf merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari cara bagaimana orang dapat berada sedekat mungkin dengan Tuhannya. Selain itu, tasawuf dapat menjadikan agama lebih dihayati serta dijadikan sebagai suatu kebutuhan bahkan suatu kenikmatan.
Pada perkembangannya, tasawuf yang berorientasi ke arah pertama sering disebut sebagai tasawuf akhlaqi. Ada yang menyebutnya sebagai tasawuf yang banyak dikembangkan oleh kaum salaf. Adapun tasawuf yang berorientasi ke arah kedua disebut sebagai tasawuf falsafi. Tasawuf ini banyak dikembangkan para sufi yang berlatar belakang sebagai filosof di samping sebagai sufi.
Secara historis akhlak tasawuf adalah pemandu perjalanan hidup umat manusia agar selamat dunia dan akhirat, itu di karenakan Akhlak Tasawuf merupakan salah satu khazanah intelektual Muslim yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan. Tidaklah berlebihan jika misi utama kerasulan Muhammad saw. adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, dan sejarah mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima.
Melihat betapa pentingnya akhlak tasawuf dalam kehidupan ini tidaklah mengherankan jika akhlak tasawuf ditentukan sebagai mata kuliah yang wajib diikuti oleh kita semua. Sebagai upaya untuk menanggulangi kemerosotan moral yang tengah dialami bangsa ini.

1.2    Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dari Tasawuf?
2.      Apa saja ruang lingkup dari Tasawuf?
3.      Bagaimana sejarah perkembangan Tasawuf?
1.3    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui dan memahami definisi dari Tasawuf
2.      Untuk mengetahui ruang lingkup dari Tasawuf
3.      Untuk mengetahui sejarah perkembangan dari Tasawuf

BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Definisi Tasawuf
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung-hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Harun Nasution, misalnya menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu al-suffah (ahl al-suffah), (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Makkah ke Madinah), saf (barisan), sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: hikmat), dan suf (kain wol). Keseluruhan kata ini bisa-bisa saja dihubungkan dengan tasawuf. Kata ahl al-suffah (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Makkah ke Madinah) misalnya menggambarkan keadaan orang yang rela mencurahkan jiwa raganya, harta bendanya dan lain sebagainya hanya untuk Allah. Mereka ini rela meninggalkan kampung halamannya, rumah, kekayaan dan harta benda lainnya di Makkah untuk hijrah bersama Nabi ke Madinah. Tanpa ada unsur iman dan kecintaan kepada Allah, tak mungkin mereka melakukan hal yang demikian. Selanjutnya kata saf juga menggambarkan orang yang selalu berada di barisan depan dalam beribadah kepada Allah dan melakukan amal kebajikan. Demikian pula kata sufi (suci) menggambarkan orang yang selalu memelihara dirinya dari berbuat dosa dan maksiat, dan kata suf (kain wol) menggambarkan orang yang hidup sederhana dan tidak memeningkan dunia. Dan kata sophos (bahasa Yunani) menggambarkan keadaan jiwa yang senantiasa cenderung kepada kebenaran.
Dari segi Linguistik (kebahasaan) ini segera dapa dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung pada sudut pandang yang digunakannya masing-masing. Selama ini ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, manusia sebagai makhluk terbatas, dan manusian sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya  mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.
Selanjutnya sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai kesadaran fitrah (Ke-Tuhanan) yang dapat mengarahkan jiwa agar tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan.
Jika tiga definisi tasawuf tersebut di atas satu dan lainnya dihubungkan, maka segera tampak bahwa tasawuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah SWT. Dengan kata lain, tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan ngan pembinaann mental rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan. Inilah esensi atau hakikat tasawuf.
Adapun defenisi tasawuf yang dikemukakan oleh para ahli. Di antara defenisi yang dikemukakan sebagai berikut.
·         Definisi tasawuf dikemukakan oleh Abu Bakar al-Kattani, yang disebutkan oleh Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum ad-Din, bahwa:
“Tasawuf adalah budi pekerti. Barangsiapa yang memberikan bekal budi pekerti atas kamu, berarti ia memberikan kekal kepadamu atas dirimu dalam tasawuf. Maka hamba yang jiwanya menerima (perintah) untuk beramal, karena sesungguhnya mereka melakukan suluk dengan petunjuk (nur) Islam. Dan orang-orang zuhud yang jiwanya menerima (perintah) untuk melakukan sebagian akhlak, karena mereka telah melakukan suluk dengan petunjuk (nur) imannya”.
·         Menurut Ma’ruf al-Kharkhi yang dinukil oleh as-Suhrawardi dalam kitabnya Awarif Al-Ma’arif, mengemukakan:
“Tasawuf adalah mengambil hakikat dan meninggalkan yang ada di tangan makhluk”.
·         Pengertian lain juga dikemukakan oleh Muhammad Amin Al-Kurdi, ia mengemukakan:
“Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari yang tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakuhannya dengan suluk, dan perjalanan menuju (keridhaan) Allah dan meninggalkan (larangan-laranganNya) menuju kepada (perintah-Nya)”.
Menurut para kaum sufI sendiri, mereka memberikan pengertian tasawuf sebagai berikut.
“Tasawuf pada umumnya bermakna menempuh kehidupan zuhud, menghindari gemerlap kehidupan duniawi, rela hidup dalam keprihatinan, melakukan berbagai jenis amalan ibadah, melaporkan diri mengerjakan salat malam, dan melantunkan berbagai jenis wirid sampai flsik atau dimensi jasmani seseorang menjadi lemah dan dimensi jiwa atau rohani menjadi kuat”.


2.2    Ruang Lingkup Tasawuf
Meskipun terkadang dikatakan bahwa kata sufi atau tasawuf tidak pernah terdapat dalam al-Qur’an maupun hadits, namun apabila kita mencari dan menyelidiki secara seksama pada ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah saw, maka banyak sekali didapati dari ayat-ayat al-Qur’an dan hadits tersebut yang berfungsi sebagai sumber tasawuf. Dengan kata lain, bahwa sumber pokok tasawuf dalam Islam adalah dari pangkal ajaran Islam itu sendiri. Meskipun ada juga sebagian ahli tasawuf yang mengatakan bahwa tasawuf dalam Islam timbul karena adanya pengaruh dari luar Islam.
Pada dasarnya, tasawuf atau sufisme bertugas membahas soal-soal yang bertalian dengan akhlak dan budi pekerti, bertalian dengan hati, yaitu cara-cara ikhlas, khusu’, tawaddhu, muraqabah, mujahadah, sabar, ridha, tawakkal dan seluruh sifat terpuji yang berjalan dengan hati.
Begitupun dengan sasaran yang dijadikan sebagai pokok pembahasannya, ajaran tasawuf atau sufisme mengajarkan agar berakhlak dan berbudi pekerti yang baik berdasarkan kasih dan cinta kepada Allah. Oleh karena itu, dalam ajaran tasawuf sangatlah mengutamakan nilai-nilai dan adab, baik dalam berhubungan dengan sesama manusia dan terutama dalam berhubungan dengan Sang Pencipta.
Jadi, nilai-nilai, cara hidup dan kehidupan dalam hubungan sesama manusia terutama hubungan dengan Tuhan, merupakan aspek-aspek dalam tasawuf yang sangat penting, khususnya dalam memperkuat segi-segi aqidah dan dalam memperdalam rasa ketuhanan serta sebagai pendorong yang sangat kuat dalam menjalankan syariat-syariat Islam.
Hal tersebut juga dikuatkan dengan pendapat Imam Malik yang dikutip oleh Mustafa Zahri :
“Barangsiapa berfiqhi saja tanpa bertasawuf niscaya ia akan berlaku fasik (tidak bermoral) dan barang siapa yang bertasawuf tanpa berfiqhi, maka niscaya ia berlaku sindik (penyeleweng agama), dan barangsiapa yang melakukan kedua-duanya, maka itulah dia golongan Islam yang hakiki”.
Ilmu tasawuf pada intinya adalah sebagai sebuah usaha untuk menyingkap hijab (tabir) yang membatasi diri manusia dengan Allah dengan sistem yang tersusun melalui latihan ruhaniyah atau riyadhatunnafs, yang pada intinya bila dipelajari secara seksama adalah mengandung empat unsur, yaitu:
a.       Metafisika, yakni hal-hal yang di luar alam dunia atau sesuatu yang gaib. Hal tersebut sangatlah tepat karena dalam ilmu tasawuf, banyak sekali membicarakan hal-hal mengenai keimanan, utamanya kepada Allah, Malaikat, surga dan neraka serta unsur-unsur akhirat yang terkandung di dalamnya. Dimana pada intinya unsur keakhiratan merupakan ajaran utama tasawuf.
b.      Etika, yakni ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk, dengan melihat pada amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Hal tersebut juga sangatlah singkron dengan apa yang ditekankan oleh tasawuf, yakni persolan akhlak dan budi pekerti yang bisa membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.
c.       Psikologi, yakni yang berhubungan dengan kejiwaan. Dalam tasawuf, penyelidikan terhadap diri masing-masing sangatlah ditekankan. Utamanya dalam hal penyadaran terhadap diri sendiri agar bisa memahami bagaimana kebesaran Allah itu sendiri.
d.      Estetika, yakni menyangkut soal keindahan dan kesenian. Dalam tasawuf, manusia dapat merasakan indahnya jiwa, bilamana jiwa yang dimilikinya bersih dari sifat-sifat yang tercela. Sehingga dalam kehidupan seorang sufi, haruslah menghiasi dirinya dengan segala bentuk sifat-sifat yang terpuji.
Kemudian, seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa dalam ilmu tasawuf terdapat tuntunan untuk menghantarkan manusia mengenal Tuhannya, melalui tasawuf ini pula, seorang hamba dapat melangkah sesuai dengan tuntunan yang paling baik dan benar, dengan akhlak yang indah dan aqidah yang kuat.
Dalam ajaran tasawuf, untuk memahami dan mencapai sebuah akhlak yang baik, maka seseorang harus melaui sistem pembinaan akhlak yang terdapat di dalamya, yang tersusun sebagaimana berikut:
a.    Takhalli. Langkah yang harus dalam fase ini adalah dengan berusaha mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan hidup duniawi. Hal ini akan dapat dicapai dengan jalan menjauhkan diri dari kemaksiatan dalam segala bentuknya dan berusaha melenyapkan dorongan hawa nafsu. Karena hawa nafsu tersebut yang menjadi penyebab utama dari segala sifat yang tidak baik.
b.    Tahalli. Sesudah pembersihan diri dari segala sifat dan sikap mental yang tidak baik dapat dilalui, usaha itu harus berlanjut terus ke tahap kedua yang disebut tahalli. Kata ini mengandung pengertian, menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sifat dan sikap serta perbuatan yang baik. Berusaha agar dalam setiap gerak perilaku selalu berjalan diatas ketentuan agama, baik kewajiban yang bersifat ibadah mahdah maupun muamalah. Dengan kata lain, tahap ini merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dibersihkan tadi.
c.    Tajalli. Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, maka rangkaian tersebut harus disempurnakan pada fase tajalli. Kata ini berarti terungkapnya nur ghaib bagi hati. Apabila jiwa telah terisi dengan butir-butir mutiara akhlak dan organ-organ tubuh telah terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang luhur, maka agar hasil yang telah diperoleh tersebut tidak berkurang, maka perlu penghayatan tentang rasa Ketuhanan. Para sufi sependapat bahwa untuk mencapai tingkat kesempurnaan kesucian jiwa itu hanya dengan satu jalan, yaitu cinta kepada Allah dan memperdalam rasa kecintaan tersebut. Dengan kesician jiwa ini, barulah akan terbuka jalan untuk mencapai Tuhan.
Oleh karena itu, bagi orang-orang penganut sufisme, tidak memiliki tujuan lain dalam mendekatkan diri kepada Allah melalui jalan tasawuf, kecuali hanya bertujuan untuk mencapai makrifat billah (mengenal Allah) dengan sebenar-benarnya dan tersingkapnya hijab yang membatasi diri dengan Allah swt. Hal inilah yang dijadikan sebagai landasan semangat beribadah bagi para kaum sufi dengan tujuan mencapai kesempurnaan hidup, yang di dalamnya mencakup makrifat billah dan insan kamil.
Intinya, dalam sufisme mencakup hal-hal yang bersifat pendekatan diri kepada Allah swt. melalui jalan perbaikan perilaku hidup dengan menggunakan pendekatan moral (akhlak dan budi pekerti) dan perbaikan syariat (baik mahdah maupun muamalah) kepada Allah swt. dan seluruh ciptaan-Nya. Sehingga apa yang diinginkan yakni makrifat billah dan insan kamil dapat terwujud.
2.3    Sejarah Perkembangan Tasawuf
  A.    Sejarah Lahirnya Tasawuf
Tasawuf dalam Islam, menurut ahli sejarah, sebagai ilmu yang berdiri sendiri, lahir sekitar abad ke-2 atau awal abad ke-3 hijriyah. Pembicaraan para ahli tentang lahimya tasawuf  lebih banyak menyoroti faktor-faktor yang mendorong kelahiran tasawuf. Faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.    Faktor Ekstern
 Banyak pendapat yang telah dikemukakan sekitar faktor ekstern ini, antara lain sebagai berikut:
a.         Tasawuf lahir karena pengaruh dari paham Kristen yang menjauhi dunia dan hidup mengasingkan diri dari biara-biara. Sikap hidup yang menjauhi dunia dan keramaian dunia ini memang terlihat jelas dalam perilaku para sufi dengan paham zuhud yang mereka anut.
b.         Tasawuf lahir karena pengaruh filsafat Phytagoras yang berpendapat bahwa roh manusia kekal dan berada di dunia sebagai orang asing.
c.          Munculnya tasawuf dalam Islam sebagai pengaruh dari filsafat emanasi Plotinus yang membawa paham wujud memancar dari zat Tuhan. Masuknya ke dalam materi menyebabkan roh menjadi kotor. Untuk kembali kepada Tuhan roh harus dibersihkan terlebih dahulu dengan sikap meninggalkan dunia dan mendekatkan diri kepada Tuhan seerat mungkin.
d.        Tasawuf lahir atas pengaruh nirwana. Menurut ajaran Buddha bahwa   seseorang meninggalkan dunia dan melakukan kontemplasi.
e.          Tasawuf lahir karena pengaruh ajaran Hinduisme yang mendorong manusia meninggalkan dunia dan berupaya mendekatkan diri kepada Tuhan.

2.         Faktor Intern
Sebagian ahli menekankan faktor intern. Menurut mereka, lahirnya tasawuf Islam dilatarbelakangi oleh faktor-faktor yang ada dalam Islam itu sendiri, bukan pengaruh dari luar.
Faktor-faktor intern itu ditemukan dalam Al-Qur'an, Al-Hadis, dan perilaku Nabi Muhammmad Saw. Di dalam Al-Qur'an ditemukan ayatayat tertentu yang dapat membawa pada paham mistis. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya teori bahwa paham tasawuf ini muncul dan berkembang dari dalam Islam sendiri, bukan karena paham dari luar.
Allah berfirman dalam QS Al~Baqarah [2]: 186
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentangAku, maka (jawablah), bahwasanya Aka adalah dekat. Aku mengabullzan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran".
Selanjutnya, faktor intern yang dapat dipandang sebagai penyebab lahimya tasawuf di dunia Islam, lebih terlihat jelas dalam perilaku rasulullah. Dengan demikian, tanpa adanya faktor ekstern tasawuf pur tetap lahir di dunia Islam.
  B.     Sejarah Perkembangan Tasawuf
Sebenarnya kehidupan sufi sudah terdapat pada diri Nabi Muhammad Saw. Di mana dalam sebuah kehidupan beliau sehari-hari terkesan amat sederhana dan menderita, di samping menghabiskan waktunya untuk beribadah dan selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt. Bahkan sepert diketahui, bahwa sebelum beliau diangkat sebagai Rasul Allah, beliau sering kali melakukan kegiatan sufi dengan melakukan uzlah di Gua Hira selama berbulan-bulan lamanya sampai beliau menerima wahyu pertama saat diangkat sebagai Rasul Allah.
Setelah beliau resmi diangkat sebagai Nabi utusan Allah, keadaan. dan cara hidup beliau masih ditandai oleh jiwa dan suasana kerakyatan meskipun beliau berada dalam lingkaran keadaan hidup dapat terpenuhi semua keinginan lantaran kekuasaannya sebagai Nabi yang menjadi kekasih Tuhannya.
Pada waktu malam beliau sedikit sekali tidur, waktunya dihabiskan. untuk betawajjuh kepada Allah dengan memperbanyak zikir kepada-Nya. Tempat tidur beliau terbuat dari balai kayu biasa dengan alas tikar dari daun kurma. Pendek kata beliau lebih cinta hidup dalam suasana sederhana (meskipun pangkatnya Nabi) daripada hidup bermewah-mewaha Kehidupan Nabi semacam itu langsung ditiru oleh sahabatnya, Tabi’in dan terus turun-temurun sampai sekarang. Bahkan para sahabat beliau banyak yang melakukan kehidupan sufi dengan hidup sederhana dan selalu bertaqarrub dengan Allah. Kehidupan mereka sangat sederhana  bahkan serba kekurangan, tetapi dalam dirinya tumbuh mamancar si kesemangatan beribadah. Hal seperti itu tampak dalam kehidupan para sahabat beliau, semisal Abu Hurairah, Abu Darda’, Salman Al-Farisi, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Umar dan sebagainya.
Dapat dicontoh di sini, seperti kehidupan Abu Hurairah yang dalam sejarah disebutkan bahwa beliau tidak mempunyai rumah, hanya tidur di emperan Masjidil Haram Makkah, pakaiannya hanya satu melekat di badan, makannya tidak pernah merasa kenyang, bahkan sering tidak makan. Sampai pada suatu hari beliau duduk-duduk di pinggir jalan sedang ia sangat lapar. Tatkala Abu Bakar lewat di situ ia bertanya ayat apa yang harus dibacanya dari Al-Qur’an untuk menahan lapamya. Abu Bakar tidak menjawab dan berjalan terus. Kemudian lewat pula Umat bin Khattab, Abu Hurairah meminta pula padanya, ditunjukkan ayat Al-Qur’an yang dapat menahan laparnya, Umar tidak berbuat apa-apa dab meneruskan perjalanannya. Kemudian lewatlah di situ Rasulullah Saw“ Nabi tersenyum melihat Abu Hurairah karena mengetahui apa yang terkandung dalam dirinya dan yang tersirat di mukanya, Nabi mengajak Abu Hurairah mengikutinya. Tatkala sampai di rumah, Nabi mengeluarkan sebuah bejana susu dan disuruh minumnya Abu Hurairah, sampai kenyang sehingga tidak dapat menghabiskannya.
Satu contoh lagi adalah yang terjadi pada sahabat Nabi yang bernama Abu Darda'. Suatu hari Salman Al-Farisi mengunjungi rumah Abu Darda’, yang telah dipersaudarakan oleh Rasulullah dengan dia. Maka didapatinya dia murung tak gembira seperti biasanya. Tatkala ditanya, istrinya menceritakan bahwa Abu Darda' sejak ingin meninggalkan kesenangan dunia ini, ia ingin meninggalkan makan minum, karena dianggapnya dapat mengganggu ibadah dan takwanya kepada Allah. Mendengar cerita itu, Salman Al-Farisi murka, lalu sambil menyajikan makanan ke Abu Darda’ ia berkata dengan geramnya: “Aku perintahkan kepadamu supaya kamu makan. Sekarang juga!" Abu Darda’ lalu makan. Tatkala waktu tidur Salman memberi perintah lagi: “Aku perintahkan kepadamu supaya pergi beristirahat dengan istrimu!” Dan kemudian tatkala waktu shalat ia membangunkan saudaranya itu sambil berkata: “Hai Abu Darda', bangunlah engkau sekarang dari tidurmu dan shalatlah engkau untuk mengagungkan Tuhan!”. Kemudian Salman menjelaskan ia berkata: ‘Kuperingatkan kepadamu, bahwa beribadah kepada Tuhanmu merupakan suatu kewajiban, merawat dirimu pun merupakan suatu kewajiban, melayani keluargamu itu pun merupakan suatu kewajiban bagimu. Penuhilah segala kewajiban itu menurut haknya masing-masing
Tatkala keesokan harinya, kelakuan dan tindakan Abu Darda dilaporkan Salman kepada Rasulullah Saw. Nabi bersabda; “Benar sunggul apa yang dikatakan Salman”. Begitulah kehidupan sufl yang terjadi pada diri Rasulullah Saw., dan para sahabatnya, dan diikuti pula oleh para Thabi’in, Tabi’it Tabi’in sampai turun temurun pada generasi selanjutnya hingga sekarang ini. Sedang di antara sahabat Nabi Saw. yang mempraktikkan ibadah dalam bentuk tarekat ini adalah Hudzaifah Al-Yamani. Dan perkembangan sufi ini kemudian dilanjutkan oleh para generasi dari kalangan Thabi’in, di antaranya adalah Imam Hasan Al-Basyri, seorang ulama besar Thabi'in murid Hudzaifah Al-Yamani. Beliau inilah yang mendirikan pengajian tasawuf di Basrah. Di antara murid-muridnya adalah Malik bin Dinar, Tsabit Al-Banay, Ayub As Saktiyany, dan Muhammad bin Wasi’.
Setelah berdirinya madrasah tasawuf di Basrah, disusul pula dengan berdirinya madrasah di tempat lain, seperti di Irak yang dipimpin oleh Sa’id bin Musayyab dan di Khurasan dipimpin oleh Ibrahim bin Adham. Dengan berdirinya madrasah-madrasah ini, menambah jelas kedudukan dan kepentingan tasawuf dalam masyarakat Islam yang sangat memerlukannya. Sejak itulah pelajaran ilmu tasawuf telah mendapatkan kedudukan yang tetap dan tidak akan terlepas dari masyarakat Islam sepanjang masa.
Pada abad-abad berikutnya ilmu tasawuf semakin berkembang sejalan dengan perkembangan agama Islam di berbagai belahan bumi. Bahkan menurut sejarah, perkembangan agama Islam ke Afrika, ke segenap pelosok Asia ini, Asia Kecil, Asia Timur, Asia Tengah, sampai ke Negara-negara yang berada di tepi lautan Hindia hingga ke negeri kita Indonesia, semuanya dibawa oleh dai-dai Islam dari kaum sufi. Sifat-sifat dan cara hidup mereka yang sederhana, kata-kata mereka yang mudah dipahami, kelakuannya yang sangat tekun beribadah, semuanya itu lebih menarik daripada ribuan kata-kata yang hanya teori adanya.
Para penyebar agama Islam pada umumnya terdiri dari kalangan ulama’ sufi, maka dengan sendirinya ajaran yang dibawanya dipengaruhi oleh ilmu tasawuf. Dengan demikian, para dai Islam tersebut juga secara langsung mengembangkan ajaran tarekatnya di berbagai daerah yang menjadi sasaran dakwahnya. Pada akhirnya ajaran tasawuf tersebar berkembang dengan cepat sejalan dengan perkembangan agama Islam itu sendiri.

1.      Sumber Tasawuf
Tasawuf yang sering kita temui dalam khazanah dunia Islam, dari segi sumberperkembangannya, ternyata munculah pro dan kontra, baik di kalangan Muslim maupun di kalangan non-Muslim. Mereka yang kontra menganggap bahwa tasawuf Islam merupakan sebuah paham yang bersumber dari agama-agama lain. Pandangan ini kebanyakan diwakili oleh para orientalis dan orang-orang yang banyak terpengaruh oleh kalangan orientalis ini.
Dengan tidak bermaksud untuk tidak melibatkan diri pada persoalan pro dan kontra itu, dalam tulisan ini, akan mempertengahkan paham tasawuf dalam tinjauan yang lebih universal karena tentang asal-usul atau ajaran tasawuf, kini semakin banyak orang menelitinya. Kesimpulannya perbedaan paham itu disebabkan pada asal-usul tasawuf tersebut. Sebagian beranggapan bahwa tasawuf berasal dari masehi (Kristen), sebagian lagi mengatakan dari unsur Hindu-Buddha, Persia, Yunani, Arab, dan sebagainya. Untuk itulah, kami akan menguraikan asal-usul tasawufdalam konteks kebudayaan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk melihat apakah tasawuf yang ada di dunia Islam terpengaruhi dengan konteks kebudayaan tersebut atau tidak.
a.       Unsur Nasrani (Kristen)
Bagi mereka yang beranggapan bahwa tasawuf berasal dari unsur Nasrani, mendasarkan argumennya pada dua hal. Pertama, adanya interaksi antara orang Arab dan kaum Nasrani pada masa jahiliyah maupun zaman Islam. Kedua, adanya segi-segi kesamaan antara kehidupan para asketis atau Sufi dalam hal ajaran cara mereka melatih jiwa dan mengasingkan diri dengan kehidupan Al-Masih dan ajaran-ajarannya, serta dengan para rahib ketika sembahyang dan berpakaian.

b.      Unsur Hindu Buddha
Tasawuf dan sistem kepercayaan agama Hindu memiliki persamaan, seperti sikap fakir. Darwis Al-Birawi mencatat adanya persarnaan cara ibadah dan mujahadah pada tasawuf dan ajaran Hindu. Demikian juga pada paham reinkamasi, cara pelepasan dari dunia versi Hindu-Buddha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah..

c.       Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani seperti Filsafat, telah masuk ke dunia Islam pada akhir Daulah Amawiyah dan puncaknya pada masa Daulah Abbasiyah ketika berlangsung zaman penerjemahan filsafat Yunani.

d.      Unsur Persia dan Arab
Sebenarnya Arab dan Persia memiliki hubungan sejak lama, yaitu pada bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan, dan sastra. Namun belum ditemukan argumentasi kuat yang menyatakan bahwa kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia hingga orang-orang Persia itu terkenal sebagai ahli-ahli tasawuf.

  2.      Sejarah Munculnya Tasawuf dan Perkembangannya
  A.    Pada Abad Pertama dan Kedua Hijriyah
  1.      Perkembangan Tasawuf pada Masa Sahabat
   Para sahabat juga mencontohi kehidupan Rasulullah yang serba sederhana, di mana hidupnya hanya semata-mata diabdikan kepada Tuhan-Nya. Beberapa sahabat yang tergolong sufi di abad pertama, dan berfungsi maha guru bagi pendatang dari luar Kora Madinah, yang tertarik pada kehidupan sufi antara lain:
a.         Abu Bakar Ash-Shiddiq
b.          Umar bin Khattab
c.         Usman bin Affan
d.        Ali bin Abi Thalib
e.         Salman Al-Farisy
f.          Abu zar Al-Ghifary
g.         Ammar bin Yasir
h.         Hudzaifah bin Al-Yaman
i.           Niqdad bin Aswad.
  2.      Perkembangan tasawuf pada masa tabi’in
Ulama sufi dari kalangan tabiin, adalah murid dari ulama-ulama sufi dari kalangan sahabat. Ada beberapa tokoh-tokoh ulama sufi tabiin antara lain:
a.         Al-Hasan Al-Bashri hidup tahun 22 H-110 H
b.         Rabi’ah Al-Adawiyah, wafat tahun 105 H
c.         Sufyan bin Said Ats-Tsaury hidup tahun 97 H-161 H
d.         Daun Ath-Thaiy wafat tahun 165 H
e.         Syaqieq Al-Balkhiy; wafat tahun 194 H.

  B.     Pada Abad Ketiga dan Keempat Hijriyah
1.      Perkembangan tasawuf pada abad ketiga  hijriyah
Pada abad ini, terlihat parkembangan tasawuf yang pesat, ditandai dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang rnencoba memiliki inti ajaran tasawuf yang berkembang masa itu.

  2.   Perkembangan tasawuf pada abad keempat hijriyah.
Pada abad ini, ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dibandingkan dengan kemajuannya di abad ketiga hijriyah karena usaha maksimal para ulama tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawuf masing-masing. Upaya untuk mengembangkan ajaran tasawuf di luar Kota Baghdad. Perkembangan tasawuf di berbagai negeri dan kota tidak mengurangi perkembangan tasawuf di Kota Baghdad.

  C.     Pada Abad Kelima Hijriyah
Di samping adanya pertentangan yang turun temukan antara ulama sufi dengan ulama fiqih, maka abad kelima ini, keadaan semakin rawan ketika berkembangnya mazhab syiah ismailiyah yaitu suatu mazhab (paham) yang hendak mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keturunan Ali bin Ali Thalib.



D.    Abad Keenam, Ketujuh, dan Kedelapan Hijriyah
Perkembangan tasawuf pada abad keenam hijriyah banyak ulama tasawuf yang sangat berpengaruh dalam perkembangan tasawuf abad ini antara lain Syihabuddin Abul Futu As-Suhrawardy wafat tahun 587 H/1191 M. Ia mula-mula belajar fllsafat dan ushul fiqh pada Asy-syekh Al-Iman Majdudin Al-Jily di Aleppo, bahkan sebagian besar ulama dari berbagai disiplin ilmu agama di negeri itu, telah dikunjunginya untuk menimba ilmu pengetahuan dari mereka.

E.     Pada Abad Kesembilan, Kesepuluh Hijriyah, dan Sesudahnya
Di sini tasawuf sangat sunyi di dunia Islam, berarti nasibnya lebih buruk lagi dari keadaannya pada abad keenam, ketujuh, kedelapan Hijriyah faktor yang menonjol menyebabkan runtuhnya ajaran tasawuf di dunia Islam yaitu:  
1.    Karena memang ahli tasawuf sudah kehilangan kepercayaan di kalangan masyarakat Islam, sebab banyak di antara mereka yang terlalu menyimpang di ajaran Islam yang sebenamya.
2.    Karena ketika itu, penjajah bangsa Eropa yang beragama nasrani sudah menguasai seluruh negeri Islam. Tentu paham-paham selalu dibawa dan digunakan untuk menghancurkan ajaran tasawuf yang sangat bertentangan dengan pahamnya.

C.    Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Lainnya
1.    Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Kalam
Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak men depankan pembicaraan tentang persoalan~persoalan kalam Tuhan. Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh dzauq (rasa rohaniah) sebagai contoh, ilmu tauhid menerangkan bahwa Allah bersifat sama’ (mendengar), bashar (melihat) kalam (berbicara), iradah (berkemauan), qudrah (kuasa), hayat (hidup): dan sebagainya.
Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. Sementara pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketenteraman, seperti dijelaskan juga tentang menyelamatkan diri dari kemunafikan sebab terkadang seseorang mengetahui batasan-batasan kemunafikan, tetapi tetap saja melaksanakannya. Allah Swt. berfirman,
Orang-orang Arab badui berkata, “Kami telah beriman Katakanlah, “Kamu belum beriman,tetapi katakanlah, ’kami telah berislam (tunduk) Karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu (QS Al-Hujurat [49]: 14).
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam.
Dalam dunia Islam ilmu kalam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional, di samping muatan naqliah. Di sinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam tidak dikesani sebagai dialektika keislaman belaka yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qalbiyah (hati).
2.     Hubungan llmu Tasawuf dengan llmu Fiqh
Biasanya, pembahasan kitab-kitab flqh selalu dimulai dari thaharah (tata cara bersuci), kemudian persoalan-persoalan flqh lainnya. Namun, pembahasan ilmu flqh tentang thaharah atau lainnya tidak secara langsung terkait dengan pembicaraan nilai-nilai rohaniahnya. Padahal, thaharah akan terasa lebih bermakna jika disertai pemahaman rohaniahnya.
llmu tasawuf berhasil memberikan corak batin terhadap ilmu fiqh. Corak batin yang dimaksud adalah ikhlas dan khusyuk berikut jalannya masing-masing. bahkan, ilmu ini mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqh karena pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaniah. Ilmu tasawuf dan ilmu flqh adalah dua disiplin ilmu yang saling melengkapi. Setiap orang harus menempuh keduanya, dengan catatan bahwa kebutuhan perseorangan terhadap kedua disiplin ilmu ini sangat beragam sesuai dengan kadar kualitas ilmunya.

3.      Hubungan llmu Tasawuf dengan Filsafat
Ilmu tasawuf yang berkembang di dunia Islam tidak dapat dinafikan sebagai sumbangan pemikiran kefilsafatan. Sederetan intelektual Muslim ternama juga banyak mengkaji tentang jiwa dan roh, di antaranya adalah Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, dan al-Ghazali.
Menurut sebagian ahli tasawuf, an-nafs (jiwa) adalah roh dan jasad melahirkan pengaruh yang ditimbulkan oleh jasad dan roh. Pengaruhpengaruh ini akhirnya memunculkan kebutuhan-kebutuhan jasad yang dibangun oleh roh jika jasad tidak memiliki tuntutan-tuntutan yang tidak sehat dan di situ tidak terdapat kerja pengekangan nafsu, sedangkan qalbu (hati) tetap sehat, tuntutan-tuntutan jiwa terus berkembang, sedangkan jasad menjadi binasa karena melayani hawa nafsu.

4.      Hubungan llmu Tasawuf dengan llmu Jiwa
Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan agar tercipta keserasian di antara keduanya. Pembahasan tentang jiwa dengan badan ini dikonsepsikan para sufi untuk melihat sejauh mana hubungan perilaku yang dipraktikkan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi dan hal itu menyebabkan mental seseorang menjadi kurang sehat karena jiwanya tidak terkendali.
Sementara cakupan golongan yang kurang sehat sangatlah luas, dari yang paling ringan hingga yang paling berat; dari orang yang merasa terganggu ketenteraman hatinya hingga orang yang sakit jiwa. Gejala umum yang tergolong pada orang yang kurang sehat dapat dilihat dalam beberapa segi, antara lain:
a.    Perasaan, yaitu perasaan terganggu, tidak tenteram, gelisah, takut yang tidak masuk akal, rasa iri, sedih yang tidak beralasan, dan sebagainya.
b.    Pikiran, gangguan terhadap kesehatan mental dapat pula memengaruhi pikiran, misalnya anak-anak menjadi bodoh di sekolah, pemalas, pelupa, suka membolos, tidak dapat berkonsentrasi, dan sebagainya.
c.    Kelakuan, pada umumnya kelakuannya tidak baik, seperti nakal, keras kepala, suka berdusta, menipu, menyeleweng, mencuri, menyiksa orang lain, membunuh, dan sebagainya, yang menyebabkan orang lain menderita dan haknya teraniaya.
d.    Kesehatan, jasmaninya dapat terganggu bukan adanya penyakit yang betul-betul mengenai jasmani itu, tetapi sakit akibat jiwa yang tidak tenteram. Penyakit ini disebut psikosomatik dan gejala yang sering terjadi seperti sakit kepala, lemas, letih, sering masuk angin. tekanan darah tinggi atau rendah, jantung sesak napas, sering pingsan (kejang), bahkan sakit kepala yang lebih berat, seperti lumpuh sebagian anggota badan, lidah kaku, dan sebagainya yang penting adalah penyakit jasmani ini tidak mempunyai sebab-sebab Iisik sama sekali.


BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
       Begitu banyak definisi tentang tasawuf. Meskipun demikian kita bisa mEnarik kesimpulan bahwa tasawuf adalah upaya atau jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui proses dan cara-cara tertentu agar mendapatkan kebahagian batin sehingga menghiasi diri dengan akhlakul karimah. Sedangkan orang yang bertasawuf disebut sebagai sufi.
       Polemik tentang asal-usul dan sumber tasawuf  yang dikumandangkan para orientalis Barat sebaiknya tidak mempengaruhi akidah namun di anggap sebagai pengetahuan akademik semata. Kita harus yakin bahwa Tasawuf Islam itu benar-benar murni berasal dari tubuh Islam itu sendiri yang bersumber dari Alquran dan Hadis Nabi. Kita harus cermat, dan obyektif memandang suatu pengetahuan sehingga tidak terjadi salah paham yang dapat menyesatkan.
       Mempelajari tasawuf memiliki banyak manfaat diantaranya di jaman modern saat ini dimana teknologi serba canggih dan materi yang melimpah ternyata justru membuat manusia mengalami penurunan spiritualisme dan lebih mementingkan dunia. Tasawuf dapat menyejukan hati, menentramkan jiwa dan menemukan makna hidup yang sesungguhnya ditengah kehidupan sehari-hari.
       Buah dari tasawuf adalah akhlak yang mulia dan peningkatan iman sehingga kita dapat lebih dekat dengan Allah SWT dan dapat menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat.

3.2    Saran
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun Dan bagi pembaca semuanya. Serta diharapkan, dengan di selesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun dapat menerapkan akhlak yang baik dan sesuai dengan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak sesempurna Nabi Muhammad Saw. Setidaknya kita termasuk kedalam golongan kaumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Haji. 2017. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta: Rajawali Pers.
Nasution, Ahmad Bangun, Haji. 2016. AKHLAK TASAWUF: pengenalan, pemahaman,dan pengaplikasiannya (Disertai Biografi dan Tokoh-tokoh Sufi). Jakarta: Rajawali Pers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar