DEFINISI, RUANG LINGKUP DAN SEJARAH
PERKEMBANGAN TASAWUF
Makalah
“Dibuat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak dan Tasawuf”
Dosen Pengampu : Eriksan, M.Pd.I
Disusun Oleh :
Lailatul Sukriyah (1911050337)
Nadia Ayu Lestari (1911050361)
Yanita Apria (1911050431)
Kelas : Matematika 2 F
Kelompok : 1 (satu)
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
2019/2020
Puji
syukur Alhamdulillah kita haturkan kehadirat Allah SWT baik dengan ucapan
maupun tindakan karena dengan Rahmat dan Ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan
tugas dengan baik. Dan tak lupa salam kasih sayang, sholawat dan salam
keselamatan semoga tetap tercurahkan keharibaan Baginda Nabi Besar Muhammaad
SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya, yang telah membimbing manusia kejalan
yang benar. Akhirnya tugas penulisan makalah
tentang “Definisi, Ruang Lingkup dan Sejarah Perkembangan
Tasawuf” dapat terselesaikan dengan baik sesuai dengan kemampuan
penulis.
Makalah ini telah disusun semaksimal mungkin.
Namun kami pun menyadari sepenuhnya keterbatasan yang kami miliki, sehingga
selesainya penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang
telah berjasa dalam penulisan ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan, baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima semua saran dan kritik dari pembaca
agar kami
dapat memperbaiki makalah
ini.
Dan kami berharap, semoga makalah ini bisa
memberikan suatu kemanfaatan bagi kami penyusun dan para pembaca serta
referensi bagi penyusun makalah yang senada di waktu yang akan dating. Aamiin.
Bandar
Lampung, 09 Februari 2020
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1
Latar
Belakang Masalah....................................................................... 1
1.2
Rumusan
Masalah................................................................................. 2
1.3
Tujuan
Masalah..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3
2.1
Definisi
Tasawuf.................................................................................. 3
2.2
Ruang
Lingkup Tasawuf...................................................................... 5
2.3
Sejarah
Perkembangan Tasawuf........................................................... 9
BAB III PENUTUP......................................................................................... 21
3.1
Kesimpulan........................................................................................... 21
3.2
Saran..................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Dalam kehidupan yang penuh dengan teknologi berkembang saat ini, manusia
semakin mengetahui sesuatu hal yang belum diketahui oleh para pendahulunya
melalui teknologi yang diciptakannya. Jika kita pikirkan sejenak, terlintas di
benak kita kekuasaan serta keagungan Tuhan yang Maha Esa dan begitu kecil dan
terbatasnya pengetahuan kita tentang ciptaan-Nya.
Atas dasar tersebut, kita sebagai makhluk ciptaan-Nya harus mencintai dan
mengabdikan diri kepada Allah swt. Dengan kedua hal tersebut kita dapat selalu
berada didekatNya.
Tasawuf merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari cara bagaimana orang
dapat berada sedekat mungkin dengan Tuhannya. Selain itu, tasawuf dapat
menjadikan agama lebih dihayati serta dijadikan sebagai suatu kebutuhan bahkan
suatu kenikmatan.
Pada perkembangannya, tasawuf yang berorientasi ke arah pertama sering
disebut sebagai tasawuf akhlaqi. Ada yang menyebutnya sebagai tasawuf yang
banyak dikembangkan oleh kaum salaf. Adapun tasawuf yang berorientasi ke arah
kedua disebut sebagai tasawuf falsafi. Tasawuf ini banyak dikembangkan para
sufi yang berlatar belakang sebagai filosof di samping sebagai sufi.
Secara historis akhlak tasawuf adalah pemandu perjalanan hidup umat manusia
agar selamat dunia dan akhirat, itu di karenakan Akhlak Tasawuf merupakan
salah satu khazanah intelektual Muslim yang kehadirannya hingga saat ini
semakin dirasakan. Tidaklah berlebihan jika misi utama kerasulan Muhammad saw.
adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, dan sejarah mencatat bahwa
faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya
yang prima.
Melihat betapa pentingnya akhlak tasawuf dalam kehidupan ini tidaklah
mengherankan jika akhlak tasawuf ditentukan sebagai mata kuliah yang wajib
diikuti oleh kita semua. Sebagai upaya untuk menanggulangi kemerosotan moral
yang tengah dialami bangsa ini.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa
definisi dari Tasawuf?
2.
Apa
saja ruang lingkup dari Tasawuf?
3.
Bagaimana
sejarah perkembangan Tasawuf?
1.3
Tujuan
Masalah
1.
Untuk
mengetahui dan memahami definisi dari Tasawuf
2.
Untuk
mengetahui ruang lingkup dari Tasawuf
3.
Untuk
mengetahui sejarah perkembangan dari Tasawuf
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Tasawuf
Dari
segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung-hubungkan para
ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Harun Nasution, misalnya menyebutkan lima
istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu al-suffah (ahl al-suffah),
(orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Makkah ke Madinah), saf (barisan),
sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: hikmat), dan suf (kain
wol). Keseluruhan kata ini bisa-bisa saja dihubungkan dengan tasawuf. Kata ahl
al-suffah (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Makkah ke Madinah)
misalnya menggambarkan keadaan orang yang rela mencurahkan jiwa raganya, harta
bendanya dan lain sebagainya hanya untuk Allah. Mereka ini rela meninggalkan
kampung halamannya, rumah, kekayaan dan harta benda lainnya di Makkah untuk
hijrah bersama Nabi ke Madinah. Tanpa ada unsur iman dan kecintaan kepada
Allah, tak mungkin mereka melakukan hal yang demikian. Selanjutnya kata saf juga menggambarkan
orang yang selalu berada di barisan depan dalam beribadah kepada Allah dan
melakukan amal kebajikan. Demikian pula kata sufi (suci) menggambarkan
orang yang selalu memelihara dirinya dari berbuat dosa dan maksiat, dan kata suf
(kain wol) menggambarkan orang yang hidup sederhana dan tidak memeningkan
dunia. Dan kata sophos (bahasa Yunani) menggambarkan keadaan jiwa yang
senantiasa cenderung kepada kebenaran.
Dari segi Linguistik (kebahasaan) ini segera dapa
dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian
diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu
bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak
yang mulia.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat
para ahli amat bergantung pada sudut pandang yang digunakannya masing-masing.
Selama ini ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan
tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk yang harus berjuang,
manusia sebagai makhluk terbatas, dan manusian sebagai makhluk yang ber-Tuhan.
Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka
tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya
mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan
memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.
Selanjutnya sudut pandang yang digunakan manusia sebagai
makhluk yang harus berjuang, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya
memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan jika sudut pandang yang digunakan
manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan, maka tasawuf dapat didefinisikan
sebagai kesadaran fitrah (Ke-Tuhanan) yang dapat mengarahkan jiwa agar tertuju
kepada kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan.
Jika tiga definisi tasawuf tersebut di atas satu dan
lainnya dihubungkan, maka segera tampak bahwa tasawuf pada intinya adalah upaya
melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari
pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan
Allah SWT. Dengan kata lain, tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan
ngan pembinaann mental rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan. Inilah esensi
atau hakikat tasawuf.
Adapun defenisi tasawuf yang dikemukakan oleh para ahli. Di
antara defenisi yang dikemukakan sebagai berikut.
·
Definisi tasawuf dikemukakan oleh Abu Bakar al-Kattani,
yang disebutkan oleh Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum ad-Din, bahwa:
“Tasawuf
adalah budi pekerti. Barangsiapa yang memberikan bekal budi pekerti atas kamu,
berarti ia memberikan kekal kepadamu atas dirimu dalam tasawuf. Maka hamba yang
jiwanya menerima (perintah) untuk beramal, karena sesungguhnya mereka melakukan
suluk dengan petunjuk (nur) Islam. Dan orang-orang zuhud yang jiwanya menerima
(perintah) untuk melakukan sebagian akhlak, karena mereka telah melakukan suluk
dengan petunjuk (nur) imannya”.
·
Menurut Ma’ruf al-Kharkhi yang dinukil oleh as-Suhrawardi dalam kitabnya Awarif
Al-Ma’arif, mengemukakan:
“Tasawuf
adalah mengambil hakikat dan meninggalkan yang ada di tangan makhluk”.
·
Pengertian lain juga dikemukakan oleh Muhammad Amin Al-Kurdi, ia mengemukakan:
“Tasawuf
adalah suatu ilmu yang dengannya diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan
jiwa, cara membersihkannya dari yang tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat
yang terpuji, cara melakuhannya dengan suluk, dan perjalanan menuju (keridhaan)
Allah dan meninggalkan (larangan-laranganNya) menuju kepada (perintah-Nya)”.
Menurut para kaum sufI sendiri, mereka
memberikan pengertian tasawuf sebagai berikut.
“Tasawuf pada umumnya bermakna menempuh
kehidupan zuhud, menghindari gemerlap kehidupan duniawi, rela hidup dalam
keprihatinan, melakukan berbagai jenis amalan ibadah, melaporkan diri
mengerjakan salat malam, dan melantunkan berbagai jenis wirid sampai flsik atau
dimensi jasmani seseorang menjadi lemah dan dimensi jiwa atau rohani menjadi
kuat”.
2.2 Ruang Lingkup Tasawuf
Meskipun terkadang dikatakan bahwa kata sufi atau tasawuf tidak pernah
terdapat dalam al-Qur’an maupun hadits, namun apabila kita mencari dan
menyelidiki secara seksama pada ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits
Rasulullah saw, maka banyak sekali didapati dari ayat-ayat al-Qur’an dan hadits
tersebut yang berfungsi sebagai sumber tasawuf. Dengan kata lain, bahwa sumber
pokok tasawuf dalam Islam adalah dari pangkal ajaran Islam itu sendiri.
Meskipun ada juga sebagian ahli tasawuf yang mengatakan bahwa tasawuf dalam
Islam timbul karena adanya pengaruh dari luar Islam.
Pada dasarnya, tasawuf atau sufisme bertugas
membahas soal-soal yang bertalian dengan akhlak dan budi pekerti, bertalian
dengan hati, yaitu cara-cara ikhlas, khusu’, tawaddhu, muraqabah, mujahadah,
sabar, ridha, tawakkal dan seluruh sifat terpuji yang berjalan dengan hati.
Begitupun dengan sasaran yang dijadikan sebagai
pokok pembahasannya, ajaran tasawuf atau sufisme mengajarkan agar berakhlak dan
berbudi pekerti yang baik berdasarkan kasih dan cinta kepada Allah. Oleh karena itu, dalam ajaran tasawuf
sangatlah mengutamakan nilai-nilai dan adab, baik dalam berhubungan dengan
sesama manusia dan terutama dalam berhubungan dengan Sang Pencipta.
Jadi, nilai-nilai, cara hidup dan kehidupan dalam
hubungan sesama manusia terutama hubungan dengan Tuhan, merupakan aspek-aspek
dalam tasawuf yang sangat penting, khususnya dalam memperkuat segi-segi aqidah
dan dalam memperdalam rasa ketuhanan serta sebagai pendorong yang sangat kuat
dalam menjalankan syariat-syariat Islam.
Hal tersebut juga dikuatkan dengan pendapat Imam Malik yang dikutip
oleh Mustafa Zahri :
“Barangsiapa berfiqhi
saja tanpa bertasawuf niscaya ia akan berlaku fasik (tidak bermoral) dan barang
siapa yang bertasawuf tanpa berfiqhi, maka niscaya ia berlaku sindik
(penyeleweng agama), dan barangsiapa yang melakukan kedua-duanya, maka itulah
dia golongan Islam yang hakiki”.
Ilmu tasawuf pada intinya adalah sebagai sebuah
usaha untuk menyingkap hijab (tabir) yang membatasi diri manusia dengan Allah
dengan sistem yang tersusun melalui latihan ruhaniyah atau riyadhatunnafs, yang
pada intinya bila dipelajari secara seksama adalah mengandung empat unsur, yaitu:
a. Metafisika, yakni hal-hal yang di luar alam
dunia atau sesuatu yang gaib. Hal tersebut sangatlah tepat karena dalam ilmu
tasawuf, banyak sekali membicarakan hal-hal mengenai keimanan, utamanya kepada
Allah, Malaikat, surga dan neraka serta unsur-unsur akhirat yang terkandung di
dalamnya. Dimana pada intinya unsur keakhiratan merupakan ajaran utama tasawuf.
b. Etika, yakni ilmu yang menyelidiki mana yang
baik dan mana yang buruk, dengan melihat pada amal perbuatan manusia sejauh yang
dapat diketahui oleh akal pikiran. Hal tersebut juga sangatlah singkron dengan
apa yang ditekankan oleh tasawuf, yakni persolan akhlak dan budi pekerti yang
bisa membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.
c. Psikologi, yakni yang berhubungan dengan
kejiwaan. Dalam tasawuf, penyelidikan terhadap diri masing-masing sangatlah
ditekankan. Utamanya dalam hal penyadaran terhadap diri sendiri agar bisa
memahami bagaimana kebesaran Allah itu sendiri.
d. Estetika, yakni menyangkut soal keindahan dan
kesenian. Dalam tasawuf, manusia dapat merasakan indahnya jiwa, bilamana jiwa
yang dimilikinya bersih dari sifat-sifat yang tercela. Sehingga dalam kehidupan
seorang sufi, haruslah menghiasi dirinya dengan segala bentuk sifat-sifat yang
terpuji.
Kemudian,
seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa dalam ilmu tasawuf terdapat
tuntunan untuk menghantarkan manusia mengenal Tuhannya, melalui tasawuf ini
pula, seorang hamba dapat melangkah sesuai dengan tuntunan yang paling baik dan
benar, dengan akhlak yang indah dan aqidah yang kuat.
Dalam
ajaran tasawuf, untuk memahami dan mencapai sebuah akhlak yang baik, maka
seseorang harus melaui sistem pembinaan akhlak yang terdapat di dalamya, yang
tersusun
sebagaimana berikut:
a.
Takhalli. Langkah yang harus dalam fase ini adalah
dengan berusaha mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan
hidup duniawi. Hal ini akan dapat dicapai dengan jalan menjauhkan diri dari
kemaksiatan dalam segala bentuknya dan berusaha melenyapkan dorongan hawa
nafsu. Karena hawa nafsu tersebut yang menjadi penyebab utama dari segala sifat
yang tidak baik.
b.
Tahalli. Sesudah pembersihan diri dari segala sifat dan
sikap mental yang tidak baik dapat dilalui, usaha itu harus berlanjut terus ke
tahap kedua yang disebut tahalli. Kata ini mengandung pengertian, menghiasi
diri dengan jalan membiasakan diri dengan sifat dan sikap serta perbuatan yang
baik. Berusaha agar dalam setiap gerak perilaku selalu berjalan diatas
ketentuan agama, baik kewajiban yang bersifat ibadah mahdah maupun muamalah.
Dengan kata lain, tahap ini merupakan tahap pengisian
jiwa yang telah dibersihkan tadi.
c.
Tajalli. Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang
telah dilalui pada fase tahalli, maka rangkaian tersebut harus disempurnakan
pada fase tajalli. Kata ini berarti terungkapnya nur ghaib bagi hati. Apabila
jiwa telah terisi dengan butir-butir mutiara akhlak dan organ-organ tubuh telah
terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang luhur, maka agar hasil yang telah
diperoleh tersebut tidak berkurang, maka perlu penghayatan tentang rasa
Ketuhanan. Para sufi sependapat bahwa untuk mencapai tingkat kesempurnaan
kesucian jiwa itu hanya dengan satu jalan, yaitu cinta kepada Allah dan
memperdalam rasa kecintaan tersebut. Dengan kesician jiwa ini, barulah akan
terbuka jalan untuk mencapai Tuhan.
Oleh karena itu, bagi orang-orang penganut sufisme, tidak memiliki
tujuan lain dalam mendekatkan diri kepada Allah
melalui jalan tasawuf,
kecuali hanya bertujuan untuk mencapai makrifat billah (mengenal Allah) dengan
sebenar-benarnya dan tersingkapnya hijab yang membatasi diri dengan Allah swt.
Hal inilah yang dijadikan sebagai landasan semangat beribadah bagi para kaum
sufi dengan tujuan mencapai kesempurnaan hidup, yang di dalamnya mencakup
makrifat billah dan insan kamil.
Intinya, dalam sufisme mencakup hal-hal yang
bersifat pendekatan diri kepada Allah swt. melalui jalan perbaikan perilaku
hidup dengan menggunakan pendekatan moral (akhlak dan budi pekerti) dan
perbaikan syariat (baik mahdah maupun muamalah) kepada Allah swt. dan seluruh
ciptaan-Nya. Sehingga
apa yang diinginkan yakni makrifat billah dan insan kamil dapat terwujud.
2.3 Sejarah Perkembangan Tasawuf
A. Sejarah Lahirnya
Tasawuf
Tasawuf
dalam Islam, menurut ahli sejarah, sebagai ilmu yang berdiri sendiri, lahir
sekitar abad ke-2 atau awal abad ke-3 hijriyah. Pembicaraan para ahli tentang
lahimya tasawuf lebih banyak menyoroti faktor-faktor yang
mendorong kelahiran tasawuf. Faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi dua,
yaitu :
1.
Faktor Ekstern
Banyak pendapat yang telah dikemukakan sekitar
faktor ekstern ini, antara lain sebagai berikut:
a.
Tasawuf lahir karena
pengaruh dari paham Kristen yang menjauhi dunia dan hidup mengasingkan diri
dari biara-biara. Sikap hidup yang menjauhi dunia dan keramaian dunia ini
memang terlihat jelas dalam perilaku para sufi dengan paham zuhud yang mereka
anut.
b.
Tasawuf lahir karena
pengaruh filsafat Phytagoras yang berpendapat bahwa roh manusia kekal dan
berada di dunia sebagai orang asing.
c.
Munculnya tasawuf dalam Islam sebagai pengaruh
dari filsafat emanasi Plotinus yang membawa paham wujud memancar dari zat
Tuhan. Masuknya ke dalam materi menyebabkan roh menjadi kotor. Untuk kembali
kepada Tuhan roh harus dibersihkan terlebih dahulu dengan sikap meninggalkan
dunia dan mendekatkan diri kepada Tuhan seerat mungkin.
d.
Tasawuf lahir atas
pengaruh nirwana. Menurut ajaran Buddha bahwa seseorang meninggalkan
dunia dan melakukan kontemplasi.
e.
Tasawuf lahir karena pengaruh ajaran Hinduisme
yang mendorong manusia meninggalkan dunia dan berupaya mendekatkan diri kepada
Tuhan.
2.
Faktor Intern
Sebagian ahli
menekankan faktor intern. Menurut mereka, lahirnya tasawuf Islam
dilatarbelakangi oleh faktor-faktor yang ada dalam Islam itu sendiri, bukan
pengaruh dari luar.
Faktor-faktor
intern itu ditemukan dalam Al-Qur'an, Al-Hadis, dan perilaku Nabi Muhammmad
Saw. Di dalam Al-Qur'an ditemukan ayatayat tertentu yang dapat membawa pada
paham mistis. Hal inilah yang menyebabkan
timbulnya teori bahwa paham tasawuf ini muncul dan berkembang dari dalam Islam
sendiri, bukan karena paham dari luar.
Allah berfirman dalam
QS Al~Baqarah [2]: 186
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ
أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا
بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
"Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentangAku, maka (jawablah), bahwasanya Aka
adalah dekat. Aku mengabullzan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon
kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran".
Selanjutnya,
faktor intern yang dapat dipandang sebagai penyebab lahimya tasawuf di dunia
Islam, lebih terlihat jelas dalam perilaku rasulullah. Dengan demikian, tanpa
adanya faktor ekstern tasawuf pur tetap lahir di dunia Islam.
B.
Sejarah Perkembangan Tasawuf
Sebenarnya
kehidupan sufi sudah terdapat pada diri Nabi Muhammad Saw. Di mana dalam
sebuah kehidupan beliau sehari-hari terkesan amat sederhana dan menderita, di
samping menghabiskan waktunya untuk beribadah dan selalu mendekatkan diri
kepada Allah Swt. Bahkan sepert diketahui, bahwa sebelum beliau diangkat
sebagai Rasul Allah, beliau sering kali melakukan kegiatan sufi dengan melakukan uzlah
di Gua Hira selama berbulan-bulan lamanya sampai beliau menerima wahyu pertama
saat diangkat sebagai Rasul Allah.
Setelah
beliau resmi diangkat sebagai Nabi utusan Allah, keadaan. dan cara hidup beliau
masih ditandai oleh jiwa dan suasana kerakyatan meskipun beliau berada dalam
lingkaran keadaan hidup dapat terpenuhi semua keinginan lantaran kekuasaannya
sebagai Nabi yang menjadi kekasih Tuhannya.
Pada
waktu malam beliau sedikit sekali tidur, waktunya dihabiskan. untuk betawajjuh
kepada Allah dengan memperbanyak zikir kepada-Nya. Tempat
tidur beliau terbuat dari balai kayu biasa dengan alas tikar dari daun kurma.
Pendek kata beliau lebih cinta hidup dalam suasana sederhana (meskipun pangkatnya
Nabi) daripada hidup bermewah-mewaha Kehidupan Nabi semacam itu langsung ditiru
oleh sahabatnya, Tabi’in dan terus turun-temurun sampai sekarang. Bahkan para
sahabat beliau banyak yang melakukan kehidupan sufi dengan hidup sederhana dan selalu bertaqarrub
dengan Allah. Kehidupan mereka sangat sederhana
bahkan serba kekurangan, tetapi dalam dirinya tumbuh mamancar si
kesemangatan beribadah. Hal seperti itu tampak dalam kehidupan para sahabat
beliau, semisal Abu Hurairah, Abu Darda’, Salman Al-Farisi, Abu Bakar, Umar bin
Khattab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Umar dan sebagainya.
Dapat
dicontoh di sini, seperti kehidupan Abu Hurairah yang dalam sejarah disebutkan
bahwa beliau tidak mempunyai rumah, hanya tidur di emperan Masjidil Haram
Makkah, pakaiannya hanya satu melekat di badan, makannya tidak pernah merasa
kenyang, bahkan sering tidak makan. Sampai pada
suatu hari beliau duduk-duduk di pinggir jalan sedang ia sangat lapar. Tatkala
Abu Bakar lewat di situ ia bertanya ayat apa yang harus dibacanya dari
Al-Qur’an untuk menahan lapamya. Abu Bakar tidak menjawab dan berjalan terus.
Kemudian lewat pula Umat bin Khattab, Abu Hurairah meminta pula padanya,
ditunjukkan ayat Al-Qur’an
yang dapat menahan laparnya, Umar tidak berbuat apa-apa dab meneruskan
perjalanannya. Kemudian lewatlah di situ Rasulullah Saw“ Nabi tersenyum melihat
Abu Hurairah karena mengetahui apa yang terkandung dalam dirinya dan yang
tersirat di mukanya, Nabi mengajak Abu Hurairah mengikutinya. Tatkala sampai di
rumah, Nabi mengeluarkan sebuah bejana susu dan disuruh minumnya Abu Hurairah,
sampai kenyang sehingga tidak dapat menghabiskannya.
Satu contoh lagi
adalah yang terjadi pada sahabat Nabi yang bernama Abu Darda'. Suatu hari
Salman Al-Farisi mengunjungi rumah Abu Darda’, yang telah dipersaudarakan oleh
Rasulullah dengan dia. Maka didapatinya dia murung tak gembira seperti
biasanya. Tatkala ditanya, istrinya menceritakan bahwa Abu Darda' sejak ingin
meninggalkan kesenangan dunia ini, ia ingin meninggalkan makan minum, karena
dianggapnya dapat mengganggu ibadah dan takwanya kepada Allah. Mendengar cerita
itu, Salman Al-Farisi murka, lalu sambil menyajikan makanan ke Abu Darda’ ia
berkata dengan geramnya: “Aku perintahkan kepadamu supaya kamu makan. Sekarang
juga!" Abu Darda’ lalu makan. Tatkala waktu tidur Salman memberi perintah
lagi: “Aku perintahkan kepadamu supaya pergi beristirahat dengan istrimu!” Dan
kemudian tatkala waktu shalat ia membangunkan saudaranya itu sambil berkata:
“Hai Abu Darda', bangunlah engkau sekarang dari tidurmu dan shalatlah engkau
untuk mengagungkan Tuhan!”. Kemudian Salman menjelaskan ia berkata:
‘Kuperingatkan kepadamu, bahwa beribadah kepada Tuhanmu merupakan suatu
kewajiban, merawat dirimu pun merupakan suatu kewajiban, melayani keluargamu
itu pun merupakan suatu kewajiban bagimu. Penuhilah segala kewajiban itu
menurut haknya masing-masing
Tatkala keesokan
harinya, kelakuan dan tindakan Abu Darda dilaporkan Salman kepada Rasulullah
Saw. Nabi bersabda; “Benar sunggul apa yang dikatakan Salman”. Begitulah
kehidupan sufl yang terjadi pada diri Rasulullah Saw., dan para sahabatnya, dan
diikuti pula oleh para Thabi’in, Tabi’it Tabi’in sampai turun temurun pada
generasi selanjutnya hingga sekarang ini. Sedang di antara sahabat Nabi Saw.
yang mempraktikkan ibadah dalam bentuk tarekat ini adalah Hudzaifah Al-Yamani.
Dan perkembangan sufi ini kemudian dilanjutkan oleh para generasi dari kalangan
Thabi’in, di antaranya adalah Imam Hasan Al-Basyri, seorang ulama besar
Thabi'in murid Hudzaifah Al-Yamani. Beliau inilah yang mendirikan pengajian
tasawuf di Basrah. Di antara murid-muridnya adalah Malik bin Dinar, Tsabit
Al-Banay, Ayub As Saktiyany, dan Muhammad bin Wasi’.
Setelah
berdirinya madrasah tasawuf di Basrah, disusul pula dengan berdirinya madrasah
di tempat lain, seperti di Irak yang dipimpin oleh Sa’id bin Musayyab dan di
Khurasan dipimpin oleh Ibrahim bin Adham. Dengan
berdirinya madrasah-madrasah ini, menambah jelas kedudukan dan kepentingan
tasawuf dalam masyarakat Islam yang sangat memerlukannya. Sejak itulah
pelajaran ilmu tasawuf telah mendapatkan kedudukan yang tetap dan tidak akan
terlepas dari masyarakat Islam sepanjang masa.
Pada abad-abad
berikutnya ilmu tasawuf semakin berkembang sejalan dengan perkembangan agama
Islam di berbagai belahan bumi. Bahkan menurut sejarah, perkembangan agama
Islam ke Afrika, ke segenap pelosok Asia ini, Asia Kecil, Asia Timur, Asia
Tengah, sampai ke Negara-negara
yang berada di tepi lautan Hindia hingga ke negeri kita Indonesia, semuanya
dibawa oleh dai-dai Islam dari kaum sufi. Sifat-sifat dan cara hidup mereka
yang sederhana, kata-kata mereka yang mudah dipahami, kelakuannya yang sangat
tekun beribadah, semuanya itu lebih menarik daripada ribuan kata-kata yang
hanya teori adanya.
Para penyebar
agama Islam pada umumnya terdiri dari kalangan ulama’ sufi, maka dengan
sendirinya ajaran yang dibawanya dipengaruhi oleh ilmu tasawuf. Dengan
demikian, para dai Islam tersebut juga secara langsung mengembangkan ajaran
tarekatnya di berbagai daerah yang menjadi sasaran dakwahnya. Pada akhirnya
ajaran tasawuf tersebar berkembang dengan cepat sejalan dengan perkembangan
agama Islam itu sendiri.
1. Sumber Tasawuf
Tasawuf yang sering kita temui dalam khazanah dunia Islam, dari segi
sumberperkembangannya, ternyata munculah pro dan kontra, baik di kalangan
Muslim maupun di kalangan non-Muslim. Mereka yang kontra menganggap bahwa
tasawuf Islam merupakan sebuah paham yang bersumber dari agama-agama lain.
Pandangan ini kebanyakan diwakili oleh para orientalis dan orang-orang yang
banyak terpengaruh oleh kalangan orientalis ini.
Dengan tidak bermaksud untuk tidak melibatkan diri pada persoalan pro
dan kontra itu, dalam tulisan ini, akan mempertengahkan paham tasawuf
dalam tinjauan yang lebih
universal karena tentang asal-usul atau ajaran tasawuf, kini semakin banyak
orang menelitinya. Kesimpulannya perbedaan paham itu disebabkan pada asal-usul
tasawuf tersebut. Sebagian beranggapan bahwa tasawuf berasal dari masehi
(Kristen), sebagian lagi mengatakan dari unsur Hindu-Buddha, Persia, Yunani,
Arab, dan sebagainya. Untuk itulah, kami akan menguraikan asal-usul
tasawufdalam konteks kebudayaan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk melihat
apakah tasawuf yang ada di dunia Islam terpengaruhi dengan konteks
kebudayaan tersebut atau tidak.
a. Unsur
Nasrani (Kristen)
Bagi mereka yang
beranggapan bahwa tasawuf berasal dari unsur Nasrani, mendasarkan argumennya
pada dua hal. Pertama,
adanya interaksi antara orang Arab dan kaum Nasrani pada masa jahiliyah maupun
zaman Islam. Kedua, adanya segi-segi
kesamaan antara kehidupan para asketis atau Sufi dalam hal ajaran cara mereka
melatih jiwa dan mengasingkan diri dengan kehidupan Al-Masih dan
ajaran-ajarannya, serta dengan para rahib ketika sembahyang dan berpakaian.
b. Unsur
Hindu Buddha
Tasawuf dan
sistem kepercayaan agama Hindu memiliki persamaan, seperti sikap fakir. Darwis
Al-Birawi mencatat adanya persarnaan cara ibadah dan mujahadah pada tasawuf dan
ajaran Hindu. Demikian juga pada paham reinkamasi, cara pelepasan dari dunia
versi Hindu-Buddha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah..
c. Unsur
Yunani
Kebudayaan
Yunani seperti Filsafat, telah masuk ke dunia Islam pada akhir Daulah Amawiyah
dan puncaknya pada masa Daulah Abbasiyah ketika berlangsung zaman penerjemahan
filsafat Yunani.
d. Unsur
Persia dan Arab
Sebenarnya Arab
dan Persia memiliki hubungan sejak lama, yaitu pada bidang politik, pemikiran,
kemasyarakatan, dan sastra. Namun belum ditemukan argumentasi kuat yang
menyatakan bahwa kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia hingga orang-orang
Persia itu terkenal sebagai ahli-ahli tasawuf.
2. Sejarah
Munculnya Tasawuf dan Perkembangannya
A. Pada
Abad Pertama dan Kedua Hijriyah
1. Perkembangan Tasawuf pada Masa Sahabat
Para sahabat
juga mencontohi kehidupan Rasulullah yang serba sederhana, di mana hidupnya
hanya semata-mata diabdikan kepada Tuhan-Nya. Beberapa sahabat yang tergolong
sufi di abad pertama, dan berfungsi maha guru bagi pendatang dari luar Kora
Madinah, yang tertarik pada kehidupan sufi antara lain:
a.
Abu Bakar Ash-Shiddiq
b.
Umar bin Khattab
c.
Usman bin Affan
d.
Ali bin Abi Thalib
e.
Salman Al-Farisy
f.
Abu zar Al-Ghifary
g.
Ammar bin Yasir
h.
Hudzaifah bin Al-Yaman
i.
Niqdad bin Aswad.
2. Perkembangan
tasawuf pada masa tabi’in
Ulama
sufi dari kalangan tabiin, adalah murid dari ulama-ulama sufi dari kalangan
sahabat. Ada beberapa tokoh-tokoh ulama sufi tabiin antara lain:
a.
Al-Hasan Al-Bashri
hidup tahun 22 H-110 H
b.
Rabi’ah Al-Adawiyah,
wafat tahun 105 H
c.
Sufyan bin Said Ats-Tsaury
hidup tahun 97 H-161 H
d.
Daun Ath-Thaiy wafat tahun 165 H
e.
Syaqieq Al-Balkhiy;
wafat tahun 194 H.
B. Pada
Abad Ketiga dan Keempat Hijriyah
1. Perkembangan
tasawuf pada abad ketiga hijriyah
Pada
abad ini, terlihat parkembangan tasawuf yang pesat, ditandai dengan adanya
segolongan ahli tasawuf yang rnencoba memiliki inti ajaran tasawuf yang
berkembang masa itu.
2. Perkembangan
tasawuf pada abad keempat hijriyah.
Pada
abad ini, ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dibandingkan
dengan kemajuannya di abad ketiga hijriyah karena usaha maksimal para ulama
tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawuf masing-masing. Upaya untuk
mengembangkan ajaran tasawuf di luar Kota Baghdad. Perkembangan tasawuf di
berbagai negeri dan kota tidak mengurangi perkembangan tasawuf di Kota Baghdad.
C. Pada
Abad Kelima Hijriyah
Di samping
adanya pertentangan yang turun temukan antara ulama sufi dengan ulama fiqih,
maka abad kelima ini, keadaan semakin rawan ketika berkembangnya mazhab syiah
ismailiyah yaitu suatu mazhab (paham) yang hendak mengembalikan kekuasaan
pemerintahan kepada keturunan Ali bin Ali Thalib.
D. Abad
Keenam, Ketujuh, dan Kedelapan Hijriyah
Perkembangan
tasawuf pada abad keenam hijriyah banyak ulama tasawuf yang sangat berpengaruh
dalam perkembangan tasawuf abad ini antara lain Syihabuddin Abul Futu
As-Suhrawardy wafat tahun 587 H/1191 M. Ia mula-mula belajar fllsafat dan ushul
fiqh pada Asy-syekh Al-Iman Majdudin Al-Jily di Aleppo, bahkan sebagian besar
ulama dari berbagai disiplin ilmu agama di negeri itu, telah dikunjunginya
untuk menimba ilmu pengetahuan dari mereka.
E. Pada
Abad Kesembilan, Kesepuluh Hijriyah, dan Sesudahnya
Di sini tasawuf
sangat sunyi di dunia Islam, berarti nasibnya lebih buruk lagi dari keadaannya
pada abad keenam, ketujuh, kedelapan Hijriyah faktor yang menonjol menyebabkan
runtuhnya ajaran tasawuf di dunia Islam yaitu:
1.
Karena memang ahli
tasawuf sudah kehilangan kepercayaan di kalangan masyarakat Islam, sebab banyak
di antara mereka yang terlalu menyimpang di ajaran Islam yang sebenamya.
2.
Karena ketika itu,
penjajah bangsa Eropa yang beragama nasrani sudah menguasai seluruh negeri
Islam. Tentu paham-paham selalu dibawa dan digunakan untuk menghancurkan ajaran
tasawuf yang sangat bertentangan dengan pahamnya.
C.
Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Lainnya
1.
Hubungan Ilmu Tasawuf
dengan Ilmu Kalam
Ilmu kalam
merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak men depankan pembicaraan tentang
persoalan~persoalan kalam Tuhan. Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam
ilmu kalam terkesan tidak menyentuh dzauq (rasa rohaniah) sebagai contoh, ilmu
tauhid menerangkan bahwa Allah bersifat sama’ (mendengar), bashar (melihat)
kalam (berbicara), iradah (berkemauan), qudrah (kuasa), hayat (hidup): dan
sebagainya.
Pada ilmu kalam
ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta
kemunafikan dan batasannya. Sementara pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan
jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketenteraman, seperti
dijelaskan juga tentang menyelamatkan diri dari kemunafikan sebab terkadang
seseorang mengetahui batasan-batasan kemunafikan, tetapi tetap saja
melaksanakannya. Allah Swt. berfirman,
Orang-orang
Arab badui berkata, “Kami telah beriman Katakanlah, “Kamu belum beriman,tetapi
katakanlah, ’kami telah berislam (tunduk) Karena iman itu belum masuk ke dalam
hatimu (QS Al-Hujurat [49]: 14).
Dalam
kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan
spiritual dalam pemahaman kalam. Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi
sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam.
Dalam dunia
Islam ilmu kalam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional,
di samping muatan naqliah. Di sinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan
rohaniah sehingga ilmu kalam tidak dikesani sebagai dialektika keislaman belaka
yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qalbiyah (hati).
2. Hubungan llmu Tasawuf dengan llmu Fiqh
Biasanya,
pembahasan kitab-kitab flqh selalu dimulai dari thaharah (tata cara bersuci),
kemudian persoalan-persoalan flqh lainnya. Namun, pembahasan ilmu flqh tentang
thaharah atau lainnya tidak secara langsung terkait dengan pembicaraan
nilai-nilai rohaniahnya. Padahal, thaharah akan terasa lebih bermakna jika
disertai pemahaman rohaniahnya.
llmu tasawuf
berhasil memberikan corak batin terhadap ilmu fiqh. Corak batin yang dimaksud
adalah ikhlas dan khusyuk berikut jalannya masing-masing. bahkan, ilmu ini
mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqh karena
pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaniah.
Ilmu tasawuf dan ilmu flqh adalah dua disiplin ilmu yang saling melengkapi.
Setiap orang harus menempuh keduanya, dengan catatan bahwa kebutuhan
perseorangan terhadap kedua disiplin ilmu ini sangat beragam sesuai dengan
kadar kualitas ilmunya.
3. Hubungan
llmu Tasawuf dengan Filsafat
Ilmu tasawuf
yang berkembang di dunia Islam tidak dapat dinafikan sebagai sumbangan
pemikiran kefilsafatan. Sederetan intelektual Muslim ternama juga banyak
mengkaji tentang jiwa dan roh, di antaranya adalah Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu
Sina, dan al-Ghazali.
Menurut sebagian
ahli tasawuf, an-nafs (jiwa) adalah roh dan jasad melahirkan pengaruh yang
ditimbulkan oleh jasad dan roh. Pengaruhpengaruh ini akhirnya memunculkan
kebutuhan-kebutuhan jasad yang dibangun oleh roh jika jasad tidak memiliki
tuntutan-tuntutan yang tidak sehat dan di situ tidak terdapat kerja pengekangan
nafsu, sedangkan qalbu (hati) tetap sehat, tuntutan-tuntutan jiwa terus
berkembang, sedangkan jasad menjadi binasa karena melayani hawa nafsu.
4. Hubungan
llmu Tasawuf dengan llmu Jiwa
Dalam pembahasan
tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan agar tercipta keserasian
di antara keduanya. Pembahasan tentang jiwa dengan badan ini dikonsepsikan para
sufi untuk melihat sejauh mana hubungan perilaku yang dipraktikkan manusia
dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi
dan hal itu menyebabkan mental seseorang menjadi kurang sehat karena jiwanya
tidak terkendali.
Sementara
cakupan golongan yang kurang sehat sangatlah luas, dari yang paling ringan
hingga yang paling berat; dari orang yang merasa terganggu ketenteraman hatinya
hingga orang yang sakit jiwa. Gejala umum yang tergolong pada orang yang kurang
sehat dapat dilihat dalam beberapa segi, antara lain:
a. Perasaan,
yaitu perasaan terganggu, tidak tenteram, gelisah, takut yang tidak masuk akal,
rasa iri, sedih yang tidak beralasan, dan sebagainya.
b. Pikiran,
gangguan terhadap kesehatan mental dapat pula memengaruhi pikiran, misalnya
anak-anak menjadi bodoh di sekolah, pemalas, pelupa, suka membolos, tidak dapat
berkonsentrasi, dan sebagainya.
c. Kelakuan,
pada umumnya kelakuannya tidak baik, seperti nakal, keras kepala, suka
berdusta, menipu, menyeleweng, mencuri, menyiksa orang lain, membunuh, dan
sebagainya, yang menyebabkan orang lain menderita dan haknya teraniaya.
d. Kesehatan, jasmaninya dapat terganggu bukan
adanya penyakit yang betul-betul mengenai jasmani itu, tetapi sakit akibat jiwa
yang tidak tenteram. Penyakit ini disebut psikosomatik dan gejala yang sering terjadi
seperti sakit kepala, lemas, letih, sering masuk angin. tekanan darah tinggi
atau rendah, jantung sesak napas, sering pingsan (kejang), bahkan sakit kepala
yang lebih berat, seperti lumpuh sebagian anggota badan, lidah kaku, dan
sebagainya yang penting adalah penyakit jasmani ini tidak mempunyai sebab-sebab
Iisik sama sekali.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Begitu banyak definisi tentang tasawuf. Meskipun demikian kita bisa
mEnarik kesimpulan bahwa tasawuf adalah upaya atau jalan untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT melalui proses dan cara-cara tertentu agar mendapatkan
kebahagian batin sehingga menghiasi diri dengan akhlakul karimah. Sedangkan
orang yang bertasawuf disebut sebagai sufi.
Polemik tentang
asal-usul dan sumber tasawuf yang
dikumandangkan para orientalis Barat sebaiknya tidak mempengaruhi akidah namun
di anggap sebagai pengetahuan akademik semata. Kita harus yakin bahwa Tasawuf
Islam itu benar-benar murni berasal dari tubuh Islam itu sendiri yang bersumber
dari Alquran dan Hadis Nabi. Kita harus cermat, dan obyektif memandang suatu
pengetahuan sehingga tidak terjadi salah paham yang dapat menyesatkan.
Mempelajari tasawuf
memiliki banyak manfaat diantaranya di jaman modern saat ini dimana teknologi
serba canggih dan materi yang melimpah ternyata justru membuat manusia
mengalami penurunan spiritualisme dan lebih mementingkan dunia. Tasawuf dapat
menyejukan hati, menentramkan jiwa dan menemukan makna hidup yang sesungguhnya
ditengah kehidupan sehari-hari.
Buah dari tasawuf adalah
akhlak yang mulia dan peningkatan iman sehingga kita dapat lebih dekat dengan
Allah SWT dan dapat menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat.
3.2 Saran
Mudah-mudahan
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun Dan bagi pembaca semuanya.
Serta diharapkan, dengan di selesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun
penyusun dapat menerapkan akhlak yang baik dan sesuai dengan ajaran islam dalam
kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak sesempurna Nabi Muhammad Saw. Setidaknya
kita termasuk kedalam golongan kaumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abuddin Nata, Haji. 2017. Akhlak
Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta: Rajawali Pers.
Nasution, Ahmad Bangun, Haji. 2016. AKHLAK TASAWUF: pengenalan, pemahaman,dan
pengaplikasiannya (Disertai Biografi dan Tokoh-tokoh Sufi). Jakarta:
Rajawali Pers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar